KONTEKS.CO.ID - Program tax amnesty atau pengampunan pajak pernah menjadi salah satu kebijakan populer di Indonesia.
Skema ini memberikan keringanan bagi Wajib Pajak (WP) yang bersedia melaporkan seluruh asetnya, dengan imbalan penghapusan sanksi serta pembebasan dari hukuman administrasi maupun pidana perpajakan.
Tujuan utamanya adalah memperkuat kepatuhan sekaligus meningkatkan penerimaan negara.
Baca Juga: Senin Pagi Rupiah Melemah Rp16.633, Pengamat Kritik Kebijakan Menkeu Purbaya
Sejauh ini, Indonesia telah dua kali melaksanakan program tersebut.
Tax Amnesty Jilid I digelar pada 28 Juni 2016 hingga 31 Maret 2017, dengan hasil mencatat 956.793 WP peserta dan harta terungkap senilai Rp4.854,63 triliun.
Sementara Tax Amnesty Jilid II berlangsung pada 1 Januari–30 Juni 2022, diikuti 247.918 WP dengan aset terlapor mencapai Rp594,82 triliun.
Angka ini menunjukkan masih tingginya minat masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas keringanan pajak.
Kini, pemerintah berencana meluncurkan Tax Amnesty Jilid III pada 2025.
Namun, rencana tersebut memunculkan perdebatan. Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan keberatannya, dengan alasan terlalu sering membuka pengampunan pajak justru bisa menimbulkan dampak buruk.
Menurutnya, kebijakan ini berisiko memberi sinyal keliru bahwa pelanggaran pajak bukan persoalan serius, karena ada kemungkinan diberi pengampunan kembali di masa depan.
Menkeu Purbaya menilai, jika pola seperti ini terus berulang, masyarakat bisa terbiasa menyembunyikan aset dengan harapan akan selalu ada jalan keluar lewat program serupa.
Artikel Terkait
Denmark Segera Terapkan Green Tax untuk Penumpang Pesawat Udara
IKPI Dorong Tax Amnesty Jadi Fondasi Reformasi Pajak, Bukan Sekadar Penerimaan Jangka Pendek
Menkeu Purbaya Tegas Tolak Tax Amnesty Jilid III, Sebut Sinyal Pembayar Pajak untuk Melanggar
Nasib Tax Amnesty Jilid III Kembali Menguap, Menkeu Purbaya Sebut Itu Insentif Orang Kibul-kibul
Menkeu Purbaya Tegas Tolak Tax Amnesty Jilid III, Sebut Bisa Hancurkan Kredibilitas Pajak