KONTEKS.CO.ID - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita meminta industri dalam negeri menyiapkan diri terkena dampak perang Iran vs Israel yang berlangsung sejak Jumat pekan kemarin.
Kemenperin menyadari eskalasi konflik bersenjata antara Iran dengan Israel telah mendorong gangguan signifikan terhadap pasar global.
Di antaranya terhadap sektor manufaktur yang menghadapi resiko kenaikan biaya produksi, peningkatan biaya logistik dan pelemahan permintaan ekspor.
Baca Juga: Beredar Isu Dirut PLN Darmawan Prasodjo Bikin Kamar Rahasia Serupa Suite Hotel Bintang Lima, Anti Sadap dan Berbiaya Puluhan Miliar
Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia sangat rentan terhadap gejolak harga energi dan pangan dunia, dan gangguan rantai pasok bahan baku.
Efek langsung perang Iran vs Israel paling terlihat di pasar energi. Di mana peran Timur Tengah sebagai penghasil minyak utama—yang menyumbang hampir 30% produksi global—membuat pasar waspada.
Gangguan pada produksi energi Iran yang produksinya mencapai 3,2 juta barel per hari akan memicu gangguan pasokan, sekaligus memicu fluktuasi harga energi dipasar internasional.
Baca Juga: Puluhan Jemaah Haji Indonesia Positif COVID-19 di Arab Saudi
Harga minyak Brent telah berfluktuasi antara USD73 hingga USD92 per barel pascaperang Iran-Israel dimulai. Analis memperingatkan potensi kenaikan 15-20% pada 2025.
Volatillitas harga energi dunia ini juga semakin tinggi seiring dengan munculnya ancaman Iran untuk menutup selat Hormuz yang telah menjadi urat nadi jalur pasokan energi dunia.
Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan pentingnya memitigasi risiko dampak perang Iran-Israel pada industri. Khususnya ketergantungan industri dalam negeri pada energi impor sebagai bahan baku maupun komponen input produksi.
Baca Juga: Mantan Ketua DPRD Jatim Kusnadi Diperiksa KPK Terkait Korupsi Dana Hibah Pokmas
Selain itu, mitigasi juga dibutuhkan guna mengantisipasi gangguan pada rantai pasok global terutama pada rantai pasok bahan baku industri. Sebab jalur logistik bahan baku dan produk ekspor industri melewati timur tengah yang sedang dilanda konflik terbuka saat ini.
Tidak hanya itu, Menperin juga mengingatkan industri manufaktur juga memitigasi dampak perang Iran-Israel. Khususnya dampak terhadap gejolak nilai tukar mata uang yang berakibat terhadap inflasi harga input produksi dan penurunan daya saing ekspor produk industri.
Industri Diminta Lebih Efisien Gunakan Energi
Menperin menilai, energi bagi industri adalah sesuatu yang vital. Bukan hanya sebagai sumber energy produksi, tetapi juga sebagai bahan baku dalam proses produksi.
Baca Juga: AS Kembalikan Artefak Asmat, Dayak, dan Batak yang Diselundupkan dari Indonesia
“Karena itu, industri dalam negeri diminta lebih efisien dalam penggunaan energi dalam proses produksi. Penggunaan energi lebih efisien dari berbagai sumber dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk industri,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, melansir Kamis 19 Juni 2025.
Pihaknya juga mendorong pelaku industri mendiversifikasi sumber energi yang digunakan dalam produksi. Hal itu krusial lantaran ketergantungan pada energi fosil impor, terutama dari kawasan Timur Tengah, semakin berisiko di tengah konflik geopolitik yang berkepanjangan.
“Industri nasional harus mulai mengandalkan sumber energi domestik, termasuk energi baru dan terbarukan. Misalnya bioenergi, panas bumi, serta memanfaatkan limbah industri sebagai bahan bakar alternatif,” tambah Agus.
Baca Juga: Viral Video Tiga Mahasiswa Ditangkap Bentangkan Poster Saat Wapres Gibran Kunjungi Blitar, Ini Penjelasan Polisi
Bahkan, Agus terus mendorong agar sektor manufaktur dapat menghasilkan produk-produk yang mendukung program ketahanan energi nasional. Misalnya mesin pembangkit, infrastruktur energi, dan komponen pendukung energi terbarukan.
Ancaman di Industri Pangan
Di bidang pangan, Agus menyoroti urgensi hilirisasi produk agro sebagai respons strategis terhadap dampak tidak langsung perang Iran–Israel terhadap ekonomi global.
Konflik telah menyebabkan lonjakan biaya logistik internasional, mendorong inflasi global, dan memicu gejolak nilai tukar dolar AS terhadap mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Ketiga faktor itu —logistik, inflasi, nilai tukar— secara langsung meningkatkan harga bahan baku dan produk pangan impor. Maka jawabannya adalah hilirisasi produk pangan dalam negeri,” jelasnya.
Baca Juga: Terjerat Kasus Doping, Mykhailo Mudryk Terancam Sanksi Empat Tahun
Agus menegaskan, industri manufaktur nasional tidak hanya fokus hilirisasi sektor agro untuk menghasilkan produk pangan. Tetapi juga diarahkan untuk berperan aktif berinovasi menemukan teknologi produksi pangan lebih efisien sehingga menciptakan nilai tambah lebih tinggi di dalam negeri.
Artikel Terkait
DAMPAK PERANG UKRAINA TERHADAP INDONESIA
Hore! Kemenperin Pastikan Tak Ada PHK di Panasonic Gobel Indonesia
Wamenkeu Sebut Dampak Perang Tarif Amerika Serikat buat APBN Relatif Minim
Kim Jong Un Ultimatum Trump dan Sekutu: Jangan Sulut Api Perang Iran–Israel
Presiden Keenam RI SBY Memperingatkan Potensi Malapetaka Global Jika Perang Iran-Israel Tidak Terkendali