dunia

DPR Filipina Pecat Wapres Sara Duterte: Puncak Pertikaian Politik Berujung Ancam Bunuh Presiden

Rabu, 5 Februari 2025 | 22:23 WIB
Wapres Filipina, Sara Duterte, dipecat oleh Majelis Rendah atau DPR setempat setelah mengancam akan membunuh Presiden Ferdinand Marcos Jr. (Adaremit)


KONTEKS.CO.ID - Anggota Majelis Rendah atau DPR Filipina, hari ini, Rabu 5 Februari 2025, memakzulkan Wakil Presiden (Wapres) Sara Duterte.

Pemecatan adalah puncak dari pertikaian politik antara Wapres Sara Duterte dengan Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr.

Selain itu, sang wapres juga mendapat tuduhan melakukan berbagai kejahatan besar, termasuk merencanakan pembunuhan terhadap presiden.

Baca Juga: Preview Newcastle vs Arsenal: Misi Sulit The Gunners

Mengutip laman AP, Sara Duterte ikut dituding melakukan korupsi dalam skala besar. Ia juga menolak mengecam keras tindakan agresif China terhadap pasukan Filipina di Laut China Selatan, wilayah yang disengketakan banyak negara.

Langkah yang diambil oleh legislator di DPR, banyak dari mereka adalah sekutu Presiden Ferdinand Marcos Jr., memperdalam keretakan politik yang melibatkan dua pemimpin tertinggi dari salah satu negara demokrasi paling riuh di Asia itu.

Marcos telah meningkatkan hubungan pertahanan dengan sekutu perjanjian negaranya, Amerika Serikat. Sementara ayah Sara, Rodrigo Duterte, memelihara hubungan baik dengan China dan Rusia selama masa jabatan presidennya yang penuh guncangan dan berakhir pada 2022.

Baca Juga: Kenali Fungsi, Kegunaan, dan Manfaat dari Oli Hidrolik SAE 10

Sara Duterte Dekat dengan China dan Rusia, Musuh Tradisional AS

Setidaknya 215 legislator di majelis rendah menandatangani pengaduan pemakzulan terhadap wakil presiden. Jumlahnya jauh lebih banyak dari jumlah yang dibutuhkan untuk memungkinkan petisi tersebut segera dikirimkan ke Senat, yang akan berfungsi sebagai pengadilan untuk mengadili wakil presiden.

Sekretaris Jenderal DPR Filipina, Reginald Velasco, mengatakan, putusan itu dilakukan saat rapat pleno DPR dalam sesi terakhir sebelum reses selama empat bulan.

Di antara para penandatangan pengaduan pemakzulan tersebut adalah putra presiden, Rep. Sandro Marcos, dan sepupunya, Ketua DPR Martin Romualdez.

Baca Juga: Tak Perlu ke Kantor Samsat, Begini Cara Bayar Pajak STNK Motor Melalui HP

Petisi tersebut mendesak Senat untuk mengubah dirinya menjadi pengadilan pemakzulan guna mengadili wakil presiden. Lalu memberikan putusan bersalah yang diikuti dengan pencopotan dari jabatan dan melarangnya memegang jabatan publik.

"Perilaku Duterte selama masa jabatannya dengan jelas menunjukkan ketidaksetiaannya yang parah terhadap kepercayaan publik dan penyalahgunaan kekuasaan yang kejam. Jika digabungkan, menunjukkan ketidaklayakannya yang parah untuk memegang jabatan publik dan ketidaksetiaannya terhadap hukum dan Konstitusi 1987," kata pengaduan tersebut tentang Duterte.

Sara Duterte tidak segera mengomentari keputusan DPR untuk memakzulkannya. Namun saudara laki-lakinya, Rep. Paolo Duterte mengatakan, tindakan tersebut adalah "tindakan penganiayaan politik yang jelas".

Baca Juga: Gerakan Pemenangan Pramono Anung-Rano Karno Gelar Diskusi 'Ngopi Senja', Bicara APBD Jakarta dalam Penguatan Ekonomi Masyarakat

"Anggota parlemen yang bersaing bermanuver untuk segera mengumpulkan tanda tangan dan mendorong kasus pemakzulan yang tidak berdasar ke Senat," tudingnya.

Duterte mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden Marcos pada 2022 dengan seruan kampanye persatuan di negara Asia Tenggara yang dikenal terpecah belah.

Keduanya adalah keturunan orang-orang kuat yang telah lama menjadi sasaran kelompok-kelompok hak asasi manusia. Tetapi basis dukungan regional mereka yang kuat bersatu untuk memberi mereka kemenangan telak.

Baca Juga: Update Penembakan 5 WNI di Malaysia, Total 2 Orang Meninggal Dunia Belum Teridentifikasi

Marcos adalah putra dari mendiang diktator Ferdinand Marcos yang digulingkan dalam pemberontakan prodemokrasi pada 1986.

Sementara, ayah wapres dan pendahulu Marcos, Duterte, melancarkan tindakan keras antinarkoba yang mematikan. Tindakan itu sedang diselidiki oleh Mahkamah Kriminal Internasional sebagai kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan. ***

Tags

Terkini