Hal itu membuat komunitas muslim menjadi kelompok minoritas di wilayah yang kaya sumber daya tersebut.
Baca Juga: 5 Makanan yang Diam-diam Bikin Ginjalmu Lelah, Wajib Dihindari!
Sejak dekade 1970-an, sekitar 150 ribu orang—baik kombatan maupun warga sipil—tewas akibat konflik bersenjata.
Sementara pembangunan ekonomi tertinggal jauh dibanding wilayah lain Filipina.
Kekhawatiran internasional sempat muncul karena konflik berkepanjangan itu dinilai berpotensi menjadi ladang subur ekstremisme di Asia Tenggara.
Baca Juga: Kementerian UMKM Lampaui Target Rasio Kewirausahaan Nasional 2025
Sejumlah militan asing pernah berlindung di Mindanao, termasuk Umar Patek, tokoh jaringan Jemaah Islamiyah yang terlibat dalam Bom Bali 2002. Patek akhirnya ditangkap di Pakistan pada 2011.
Pemerintah Filipina dan kelompok separatis Muslim menandatangani perjanjian damai pada 1996 dan 2014.
Kesepakatan tersebut memberi otonomi luas bagi wilayah muslim, membentuk kawasan otonomi Bangsamoro, serta mengubah eks pemberontak menjadi mitra pemerintah dalam menjaga keamanan, termasuk melawan pengaruh ISIS.
Meski demikian, beberapa kelompok kecil seperti Abu Sayyaf memilih memisahkan diri dan melanjutkan aksi kekerasan.
Kelompok ini dikenal dengan penculikan, pemenggalan, dan pengeboman, hingga akhirnya dilemahkan lewat operasi militer besar-besaran, termasuk pengepungan Marawi pada 2017.
Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas keamanan Filipina menyatakan tidak ada indikasi kehadiran militan asing di Mindanao.
Itu setelah kelompok-kelompok bersenjata utama dinyatakan berhasil dinetralisasi pada 2023.