KONTEKS.CO.ID - Presiden AS Donald Trump kembali mencuri perhatian publik.
Kali ini, bukan lewat pidato atau cuitan tajam, melainkan lewat penandatanganan RUU kontroversial yang menggabungkan pemotongan pajak besar-besaran dan pengurangan belanja pemerintah.
Meski disebut-sebut sebagai langkah strategis demi pemulihan ekonomi dan penguatan keamanan, sejumlah kalangan justru menyebut kebijakan ini sebagai "bencana terencana" bagi kelompok berpenghasilan rendah.
Baca Juga: Menkeu Negara BRICS, Termasuk Indonesia, Sepakat Usulkan Reformasi IMF: Akhiri Dominasi Barat!
Manuver Pajak Terbesar Sepanjang Sejarah Amerika
Dengan dukungan mayoritas tipis di Kongres (218 suara), RUU ini disahkan setelah perdebatan panas dan emosional.
Aturan ini menetapkan pemotongan pajak tahun 2017 sebagai kebijakan permanen.
Selain itu, dana publik dialihkan untuk mendukung agenda agresif Trump soal keamanan perbatasan dan deportasi imigran ilegal.
Baca Juga: Menteri Transportasi Rusia Tewas Bunuh Diri Beberapa Jam Setelah Dipecat Vladimir Putin
Trump mengklaim ini sebagai "kemenangan untuk semua warga", tapi analis fiskal memperingatkan bahwa keputusan ini bisa menambah beban utang negara lebih dari US$3 triliun, menyusul posisi utang nasional yang sudah menyentuh US$36 triliun.
Dampak Terbesar: Akses Kesehatan Rakyat Kecil Terancam
Yang jadi sorotan tajam adalah potensi hilangnya akses asuransi kesehatan bagi jutaan warga AS.
Regulasi ini membuka celah bagi penyusutan program bantuan kesehatan publik yang selama ini menjadi sandaran utama warga miskin dan lansia.
Baca Juga: Beredar Video Jalan HR Rasuna Said Banjir Bak Lautan: Motor Nggak Selamat, Mogok Semua!
Kritikus menyebut kebijakan ini sebagai "hadiah untuk orang kaya" karena menguntungkan perusahaan besar dan kalangan elit, tapi justru menyisihkan masyarakat rentan.
Hanya dua anggota Partai Republik di DPR yang menolak mendukung RUU ini, meski beberapa lainnya terang-terangan menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak sosial yang ditimbulkan.