"Pulau ini adalah kubah garam, gundukan berbentuk tetesan air mata yang terdiri dari garam batu, gipsum, anhidrit, dan evaporit lainnya yang telah naik ke atas melalui lapisan batuan di atasnya," jelas para peneliti dari Earth Observatory NASA.
"Garam batu atau halit lemah dan mengapung, sehingga kehilangan kerapuhannya dan mengalir lebih seperti cairan ketika berada di bawah tekanan tinggi," tutur peneliti.
Baca Juga: Indonesia Kebanjiran Limbah Elektronik, Ratusan Kontainer Disita di Batam
Warna yang mencolok juga dikatakan berasal dari tanah kaya oksida besi yang secara lokal dikenal sebagai "golak," yang menutupi sebagian besar permukaan Hormuz.
Ketika hujan deras menghantam perbukitan dan tebing pulau, air bercampur dengan tanah kaya mineral ini, membawa partikel merah halus ke anak sungai, sungai, dan akhirnya ke Teluk Persia.
Saat oksida besi tersuspensi dalam air, ia menyerap panjang gelombang cahaya yang lebih pendek dan memantulkan panjang gelombang merah yang lebih panjang, memberikan warna merah tua pada air limpasan dan perairan pantai.
Jadi jelas bukan, bahwa fenomena ini bukanlah salah satu dari penanda kiamat dunia. ***
Artikel Terkait
Kabel Internet Bawah Laut di Laut Merah Putus, Lalu Lintas Data Asia-Eropa Terancam
Tak Gentar! Houthi Yaman Serang Kapal AS Pinocchio di Laut Merah
AS Serang Radar Houthi di Laut Merah
Perluas Jaringan Bisnis di Laut Merah, Ritz-Carlton Ternyata Berawal dari Kedai Wafel
Jaringan Kabel Optik di Laut Merah Putus, Layanan Cloud Microsoft Azure Lumpuh