KONTEKS.CO.ID - Banjir bandang yang menghantam sejumlah kabupaten/kota di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat merupakan bukti sah bahwa Serakahnomic lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya.
Hal ini adalah kesimpulan dari diskusi bertema "Darurat Kedaulatan dan Darurat Bencana Lingkungan di Indonesia" yang diselenggarakan Poros Jakarta Raya.
Berlangsung di Kedai Tempo Jakarta pada Rabu 3 Desember 2025, diskusi diramaikan oleh para aktivis mahasiswa tahun 1980-an hingga 2020-an.
Dimoderatori Teddy Wibisana, diskusi mendatangkan dua aktivis senior sebagai narasumber, yaitu Standarkia Latief dan Bob Rinaldi Randilawe.
Anggaran Militer Tak Berguna Melawan Keserakahan Elite di Dalam Negeri
Dalam kata pengantarnya, Teddy mengatakan, menjaga kedaulatan bangsa tidak cukup dengan meningkatkan anggaran militer.
Sebab potensi ancaman kedaulatan di Indonesia, lebih banyak muncul dari dalam negeri yakni para elite dan pelaku usaha yang serakah.
"Anggaran pertahanan kita naik 47 persen, yang berarti mengurangi anggaran bagi pelayanan publik. Tapi akhirnya kita tidak berdaya menghadapi bencana ekologi akibat keserakahan pejabat dan pengusaha perambah hutan,” tegasnya, mengutip Sabtu 6 Desember 2025.
“Bahkan, konyolnya lagi kita kaget sendiri saat ada Bandara IMIP beroperasi tanpa adanya otoritas negara," cetusnya.
Baca Juga: Gelar Aksi Tanam Pohon Perkuat Komitmen Keberlanjutan, BRI Ajak Masyarakat Peduli Lingkungan
Sementara itu, Standarkia Latief dalam paparannya mengatakan, banjir bandang di Pulau Sumatera adalah akibat deforestasi yang tak terkendali.
Meskipun deforestasi sudah ada sejak era Orde Baru namun laju penggundulan hutan yang lebih masif lagi terjadi selama 10 tahun Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Lebih parah lagi, beber Kia -sapaan akrabnya, Pemerintahan Jokowi memberikan karpet merah kepada oligarki berupa UU Omnibus Law yang memudahkan segelintir orang kaya mengeruk kekayaan sumberdaya alam tanpa kendali.
Hal ini adalah akar tragedi dan kekacauan yang terjadi di awal Pemerintahan Prabowo Subianto. Misalnya, persoalan banjir bandang yang menggelontorkan jutaan kubik kayu gelondongan dari hutan ke permukiman warga.