KONTEKS.CO.ID - Citra satelit periode 2016–2025 memperlihatkan betapa cepatnya hutan Sumatera Utara hilang.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut mencatat, dalam sepuluh tahun terakhir sekitar 2.000 hektar hutan rusak.
Data ini jadi alarm keras bahwa kondisi lingkungan sudah benar-benar kritis.
Menurut Walhi, kerusakan inilah yang diduga menjadi pemicu utama banjir bandang di berbagai wilayah.
“Jadi kita menyangkal pernyataan Gubernur Sumatera Utara bahwa banjir Sumatra tersebut karena cuaca ekstrem,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Rianda Purba, dalam konferensi pers yang dilansir Selasa, 2 Desember 2025.
"Pemicu utamanya adalah kerusakan hutan dan alih fungsi lahan," tegasnya.
Baca Juga: Danantara Tancap Gas! Fokus Investasi 2026: Prioritaskan Proyek Strategis untuk Lonjakan Ekonomi RI
LBH: Kerusakan Hutan Sudah Sistemik
Nada serupa datang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan YLBHI Regional Barat.
Mereka menegaskan bahwa banjir dan longsor tak bisa dilepaskan dari krisis iklim yang dipicu deforestasi serta maraknya izin konsesi tambang dan perkebunan.
“Ini bentuk kegagalan pemerintah dalam tata kelola kawasan hutan yang semrawut,” tegas LBH.
Mereka menyoroti bagaimana izin usaha perkebunan, pertambangan, hingga proyek PLTA diberikan dengan mudah, membuka ruang luas bagi alih fungsi lahan.
Baca Juga: Biodata Tristan Molina Usai Go Publik dengan Olla Ramlan: Beda Usia 25 Tahun, Makin Gas Pol!
Artikel Terkait
Putin Kirim Ucapan Belasungkawa ke Prabowo Atas Banjir Sumatra: Semoga Cepat Kembali ke Kehidupan Normal
Dedi Mulyadi Soroti Misteri Kayu Gelondongan Banjir Sumatra: Pohon Tak Bisa Bunuh Diri Massal
Walhi Sebut Banjir Sumatra Akibat Industri Ekstraktif, Pemulihan Hutan Bisa Butuh 10 Tahun!
Banjir Sumatra Bukan Hanya Alam: Walhi Soroti Alih Fungsi Hutan dan Izin Pemerintah Jadi Pemicu Utama
Bupati Tapanuli Tengah Pastikan Kayu Gelondongan yang Viral Terseret Banjir Sumatra Hasil Illegal Logging
Korban Jiwa Terus Bertambah, Banjir Sumatra Diperparah Longsor dan Tata Ruang Buruk