Kebijakan tersebut segera menuai kritik karena bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Pasal 64 ayat (2) UU tersebut jelas menyebutkan pembagian kuota tambahan harus mengikuti formula: 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.
Dengan skema baru itu, ribuan calon jemaah reguler kehilangan hak tambahan yang seharusnya bisa mempercepat antrean panjang haji yang bisa mencapai belasan hingga puluhan tahun.
Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun lebih.
Temuan ini akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).***