nasional

Prajurit TNI Ngamuk Umbar Tembakan di Gowa, Imparsial Desak Revisi UU Peradilan Militer dan Evaluasi Penggunaan Senpi

Jumat, 26 September 2025 | 15:37 WIB
Imparsial desak revisi UU Peradilan Militer dan evaluasi penggunaan senpi (Foto: Ilustrasi/Pexels)

KONTEKS.CO.ID - Kasus seorang anggota TNI, Praka Situmorang yang membawa senjata api laras panjang jenis buatan Pindad SS 2 dan mengumbar tembakan di Bank BRI Cabang Gowa, Sulawesi Selatan turut menjadi sorotan Imparsial.

LSM yang bergerak di bidang pengawasan dan penyelidikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia itu menilai kejadian tersebut jelas menciptakan rasa tidak aman di masyarakat.

Terlebih belum lama dari peristiwa ini, seorang kepala cabang BRI di Jakarta juga tewas setelah diculik oleh dua orang anggota TNI.

"Maraknya peristiwa kekerasan TNI di muka publik belakangan menunjukkan problem laten di tubuh TNI yang tidak pernah benar-benar berusaha diselesaikan," ungkap Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra dalam siaran persnya, Kamis, 26 September 2025.

Baca Juga: Polri Dalami Soal Dugaan Oknum TNI dalam Pembobolan Rekening Dormant Rp204 Miliar

Imparsial kata Ardi, memandang setidaknya terdapat dua masalah laten yang perlu diselesaikan. Pertama, sistem pengawasan yang buruk. Keluarnya senjata api beserta pelurunya bukan untuk tujuan tugas TNI sambungnya, menunjukkan tidak adanya pengawasan ketat terhadap penggunaan senjata api milik TNI.

"Akibatnya, seringkali senjata api milik negara ini disalahgunakan untuk tujuan kriminal misalnya dalam kasus pembunuhan bos rental mobil di Tangerang beberapa saat lalu hingga yang paling parah diperjualbelikan ke Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua," tuturnya.

Kedua yakni lemahnya akuntabilitas dan kuatnya budaya impunitas di tubuh TNI. Berulangnya kasus kekerasan TNI di ranah sipil juga tidak lepas dari belum direvisinya Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Peradilan Militer menyebabkan TNI tidak tunduk pada sistem peradilan sipil yang lebih terbuka. dan masih megadili tindak kriminal prajurit TNI di peradilannya sendiri yakni Peradilan Militer.

Padahal lanjut Ardi, amanat untuk merevisi aturan tersebut sudah diamanatkan Tap MPR No. 6 dan 7 Tahun 2000 dan UU TNI itu sendiri. Peradilan Militer yang tertutup di mana jaksa, hakim dan terdakwa sama-sama anggota TNI seringkali melahirkan impunitas.

"Contoh paling jelas dalam hal ini adalah vonis ringan dua anggota TNI dari Kodim 0204/Deli Serdang, Sersan Kepala Darmen Hutabarat dan Sersan Dua Hendra Fransisco Manalu yang hanya divonis hukuman penjara 2,5 padahal terbukti membunuh seorang anak di Sumatera Utara," paparnya.

Baca Juga: Imparsial Desak Oknum TNI Pelaku Tindak Pidana Diseret ke Peradilan Umum, Bukan Militer!

"Bobroknya sistem peradilan militer ini mengakibatkan prajurit TNI yang melakukan kriminal tidak takut lantaran akan diadili oleh TNI sendiri. Selain itu, praktik ini nyata-nyata bertentangan dengan prinsip negara hukum, khususnya terkait kesetaraan di hadapan hukum," tambahnya lagi.

Imparsial memandang, setiap anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum, seperti dalam kasus penembakan ini, harus diproses melalui peradilan umum. Menurutnya, tak boleh ada pengecualian hukum yang melindungi pelaku hanya karena status keanggotaannya dalam institusi militer.

Halaman:

Tags

Terkini