KONTEKS.CO.ID - Proses penyelamatan tujuh pekerja yang terjebak di tambang bawah tanah Freeport, Papua Tengah, sejak Senin 8 September 2025, masih menghadapi kendala berat.
Hingga kini, para pekerja yang terperangkap akibat longsor itu tidak kunjung berhasil dievakuasi.
Guru besar sekaligus pakar geologi dari Fakultas Teknik UGM, Prof. Wahyu Wilopo, menilai aspek keselamatan menjadi hambatan utama dalam operasi penyelamatan.
Baca Juga: Gunung Lewotobi Laki-Laki Kembali Erupsi, Tinggi Kolom Abu Vulkanik Capai 6 Km
Ia menjelaskan, kondisi bawah tanah yang sempit dan berisiko tinggi membatasi gerak tim evakuasi maupun penggunaan peralatan.
“Oksigen terbatas, ruang gerak sempit, ditambah ancaman runtuhan batu dan masuknya lumpur basah,” katanya seperti dikutip dari laman UGM, Jumat kemarin.
“Evakuasi memang harus segera dilakukan, tapi tetap dengan langkah hati-hati agar tidak menimbulkan korban tambahan,” ujarnya menambahkan.
Baca Juga: Hadiri Sidang Umum PBB ke-80 di New York, Ini Agenda Presiden Prabowo Subianto
Menurut Wahyu, faktor geologi sangat menentukan kerentanan terowongan. Keberadaan sesar pada batuan bisa menjadi jalur masuknya air maupun lumpur, terutama saat intensitas hujan meningkat.
Selain itu, metode penambangan block caving yang dipakai Freeport memang efisien, tetapi sulit mengendalikan keruntuhan material secara penuh.
“Masalahnya bukan hanya lumpur yang sudah ada, tapi juga potensi lumpur baru yang bisa masuk ketika proses evakuasi berlangsung,” katanya.
Baca Juga: Pertimbangkan Penangguhan Penahanan Delpedro Cs, Polda Metro: Harus Hati-Hati dan Teliti
Ia menambahkan, teknologi modern perlu dimanfaatkan untuk mempercepat evakuasi tanpa mengorbankan keselamatan tim.
“Penggunaan robot atau peralatan yang dikendalikan dari jarak jauh dapat mengurangi risiko bagi tim penyelamat,” tutur Wahyu.