nasional

Mahfud MD: Makzulkan Wapres Gibran Secara Teoritis Bisa, tapi Praktiknya Sulit!

Sabtu, 10 Mei 2025 | 16:40 WIB
Mahfud MD sebut pemakzulan presiden atau wapres bisa secara aturan (Foto: instagram/@mohmahfudmd)

KONTEKS.CO.ID - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menegaskan bahwa secara konstitusional pemakzulan presiden atau wakil presiden dimungkinkan, namun penerapannya dalam realitas politik sangat sulit dilakukan.

“Secara aturan memungkinkan, tetapi dari sisi politik sangat kecil kemungkinan bisa terlaksana,” ungkap Mahfud dalam program Gaspol yang ditayangkan kanal YouTube Kompas.com pada Jumat (9/5/2025).

Menurut Mahfud, prosedur pemberhentian presiden atau wapres telah diatur dalam UUD 1945, dan melibatkan sejumlah lembaga tinggi negara: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), serta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Baca Juga: Profil Paus Leo XIV, Pemimpin Umat Katolik yang Baru dari Ordo Santo Agustinus

Ada enam alasan yang dapat menjadi dasar pemakzulan, yakni korupsi, suap, pengkhianatan terhadap negara, serta tindak pidana berat dengan ancaman hukuman di atas lima tahun.

Selain itu, presiden atau wakil presiden bisa diberhentikan jika terbukti melakukan perbuatan tercela atau tidak mampu menjalankan tugas karena kondisi kesehatan dalam waktu minimal tiga bulan berturut-turut.

“Secara teori semua itu dimungkinkan. Namun dalam praktik, sangat sulit untuk dijalankan,” ujar Mahfud.

Baca Juga: Profil 5 Kardinal Tertua di Konklaf 2025, Salah Satunya Pernah Jadi Saingan Paus Fransiskus

Ia menjelaskan bahwa proses awal dimulai di DPR, yang harus menggelar sidang impeachment dengan kehadiran minimal dua per tiga anggota.

Di sinilah tantangan utama muncul. “Saat ini, koalisi pendukung Prabowo menguasai sekitar 80 persen kursi DPR. Jadi, untuk memulai sidang saja tidak mungkin bisa,” tambah Mahfud.

Kalaupun kuorum tercapai dan DPR memutuskan untuk membawa kasus tersebut ke MK, proses belum berakhir.

Baca Juga: Cara Agar Loading WhatsApp Web Lebih Cepat dan Lancar

MK hanya berperan memberikan konfirmasi terhadap dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh presiden atau wakil presiden, bukan memutuskan pencopotan.

“MK hanya menyatakan bahwa pelanggaran memang terjadi. Keputusan akhir tetap kembali ke DPR dan kemudian dibawa ke MPR,” terang Mahfud.

Halaman:

Tags

Terkini