Baca Juga: Kejagung Sita Hotel Ayaka Suites Terkait Pencucian Uang Korupsi Kredit Sritex
Meski mereka memiliki status “Engineer/Specialist in Humanities/International Services” yang diperuntukkan bagi tenaga terampil.
Manajer SDM perusahaan itu disebut mengaku mempekerjakan mereka di luar status visa meski tahu itu salah.
“Itu karena mereka mau bekerja dengan upah minimum,” ujarnya.
Baca Juga: Emas Bersejarah! Timnas 3x3 Putri Indonesia Raih Gelar Pertama di SEA Games
Dalam kasus-kasus seperti ini, pekerja asing kerap disalahkan, padahal ada persoalan struktural pada pemberi kerja di Jepang.
Pekerja asing yang datang dengan visa pertanian juga menghadapi kerentanan tersendiri.
Musim sepi di sektor itu membuat mereka sulit mendapatkan pendapatan stabil, sehingga banyak yang akhirnya masuk ke pekerjaan laundry atau pengolahan makanan.
Baca Juga: Lewati Sumatera, BMKG Sebut Bibit Siklon Tropis 93S Kini Hantui Bali, NTB, dan NTT
Tokoh pendamping pekerja asing itu memberi penekanan.
“Seharusnya mereka langsung ke imigrasi begitu merasa ada yang janggal,” ucapnya.
“Tapi pengusaha Jepang bertindak tidak bertanggung jawab, memanfaatkan posisi lemah mereka yang tak punya tempat untuk mengadu.”
Baca Juga: Kalibata Membara: Matel Tewas Dikeroyok Berujung Pembakaran Lapak Pedagang, Pelaku Masih Berkeliaran
Arif masih memiliki sisa masa berlaku visa hampir dua tahun.
“Di kampung, saya hanya bisa dapat sekitar 20 ribu yen (sekitar Rp2 juta) sebulan. Beda sekali dengan Jepang.”
Artikel Terkait
Kementerian UMKM Dukung Industri Jasa Laundry Tingkatkan Daya Saing
8 Saksi Diperiksa Usai Kebakaran Gedung Terra Drone, Ternyata Perusahaan Jepang
Sukses! 700 Penonton Sesaki Pertunjukan Drama Musikal Grand Show Indonesia Week 2025 di Kampus Asia Pasific University Prefektur Oita Jepang
Dokumen Rampung, Sembilan Jenazah WNI Korban Kebakaran Apartemen Hong Kong Segera Dipulangkan