Greenpeace mendesak pemerintah mengakui bahwa mereka telah keliru dalam tata kelola hutan dan lahan. Akibat keserakahan korporasi dan salah urus pemerintah, hutan Sumatra yang dulunya luas kini terkuras habis.
Dan kini rakyat Sumatra menanggung beban tak tertanggungkan dari bencana ekologi ini. Prabowo dan beberapa menterinya memang telah menyinggung soal deforestasi, tetapi mereka seolah menyiratkan bahwa kerusakan hutan di Sumatera disebabkan oleh penebangan liar.
“Padahal, selain penebangan liar, deforestasi besar-besaran untuk industri dilegalkan oleh negara, dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya,” kata Arie Rompas.
Baca Juga: Aksi Koboi Sekelompok Orang di Jalanan Kota Bandung, 3 Warga Tertembak
“Selain mengevaluasi perizinan di Sumatera, pemerintah juga harus menghentikan perusakan hutan di wilayah lain,” ujarnya.
Aktivis lingkungan mendesak Presiden menghentikan perusakan hutan yang terjadi di Raja Ampat dan pulau-pulau kecil lainnya yang dilubangi oleh pertambangan nikel dan deforestasi terencana.
Hal ini terjadi di Merauke, Papua Barat, dengan kedok palsu produksi biofuel dan kawasan industri. “Pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicita-citakan Prabowo tidak akan pernah tercapai kalau lingkungan dirusak dan bencana iklim mengancam kita semua,” pungkasnya. ***
Artikel Terkait
Kajian Greenpeace dan Global Forest Watch Dukung Peringatan Keras Institut USBA: Bencana Sumatera Bisa Terjadi di Papua dan Lebih Parah!
Harimau Sumatra Mulai Pulih di Hutan Terpencil Leuser
Menhut Enggan Buka 12 Perusahaan Diduga Perusak Hutan Picu Banjir dan Longsor Dahsyat di Sumatera
Banjir Bandang dan Longsor Sumatra, Guru Besar IPB: Hutan yang Sehat Mampu Menahan Air
Jaga Layanan Tetap Terjaga di Daerah Terisolir Bencana Banjir, BRI Andalkan Satelit BRIsat