KONTEKS.CO.ID – Hasil riset tahunan berbasis artificial intelligence (AI) yang digelar DEEP Indonesia mengungkap bahwa publik mengalami krisis kepercayaan sepanjang tahun 2025.
Persoalan krisis kepercayaa itu disampaikan Direktur DEEP Indonesia sekaligus Direktur Komunikasi Deep Intelligence Research (DIR), Neni Nur Hayati, saat mempresentasikan riset tahunan berbasis AI)terhadap 174.730 percakapan publik di media sosial sepanjang tahun ini.
Temuan DIR memperlihatkan adanya penurunan signifikan kepercayaan publik terhadap berbagai sektor nasional.
Baca Juga: KPK Jelaskan Peran Mantan Menag Gus Yaqut di Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji
“Percakapan publik didominasi isu otoritarianisme, konflik elite, PSU yang berlarut-larut. Hingga kekecewaan masyarakat terhadap komunikasi kebijakan pemerintah. Lonjakan terbesar terjadi saat demo nasional 28 Agustus lalu,” ungkap Neni dalam panel Diskusi Refleksi Akhir Tahun yang diadakan oleh Deep Intelligence Research, DEEP Indonesia, dan Rumah Perubahan di Bekasi, Jabar, Selasa 2 Desember 2025.
.
Neni menjabarkan, publik juga mempersepsikan hukum sebagai semakin tidak konsisten. Narasi terkait RUU KUHAP dan kasus besar seperti Hasto Kristiyanto, Tom Lembong, dan Ira Puspadewi mendominasi sentimen negatif.
Begitu juga narasi “KPK sudah tidak relevan” menjadi salah satu isu yang paling menetap.
Baca Juga: Gempa Kembali Guncang Aceh, Berpusat Dekat Sinabang Pulau Simeulue
“Program prioritas semisal Makan Bergizi Gratis (MBG) mendapat perhatian besar. Tetapi diiringi kritik mengenai ketidaksiapan eksekusi. Janji pertumbuhan ekonomi 8 persen juga dianggap publik sebagai harapan yang tak realistis,” tuturnya.
Neni menjelaskan, publik menilai sikap pemerintah terhadap krisis Gaza tidak konsisten. Riset menemukan adanya jurang persepsi antara media dan publik: pemberitaan media cenderung positif. Sementara warganet menunjukkan ketidakpercayaan yang meluas.
“Publik bukan cuma mengkritik. Mereka kelelahan karena kebijakan terasa jauh dari realitas yang mereka hadapi. Ini menandakan hubungan negara dan warga berada pada titik paling rawan,” katanya memperingatkan.
Baca Juga: Greenpeace Sudah Ingatkan Banjir Bandang Sumatra sejak 10 Tahun Lalu, tapi Diabaikan Pemerintah
Menanggapi temuan riset berbasis AI dari Deep Intelligence Research, Prof Rhenald Kasali, Keynote Speak panel Diskusi Refleksi Akhir Tahun, menegaskan, negara tidak bisa lagi bekerja dengan pola lama. Yakni pola birokratis, lambat, dan berorientasi dokumen.
Ia mendorong pemerintah untuk masuk ke logika baru yang sesuai dengan Quantum Age.
Ditegaskan Rhenald Kasali, ancaman masa depan bukan lagi datang dari tank dan pasukan. Melainkan dari kecerdasan buatan, informasi palsu, dan serangan digital.
“Rakyat hidup dengan logika digital. Negara harus mengejar ritme itu. Jika tidak berubah, maka distrust akan membesar dengan cepat,” tukasnya.
Artikel Terkait
SETARA Institute: Tingkat Kepercayaan Publik Meningkat, Polri Tetap Harus Terus Berbenah
Formappi Soroti Kepercayaan Publik Rendah ke DPR: Belum Ada-apa Ngaku Berbuat Banyak untuk Rakyat
Kepercayaan Publik ke MK Pulih Jelang Putusan Gugatan Pilpres 2024
Rapor Biru Pemerintahan Prabowo–Gibran, Raih Kepercayaan Publik Meski Ekonomi Belum Pulih
Tudingan Mutasi Perwira Bermuatan Politis Tak Berdasar, DPR: Bisa Merusak Kepercayaan Publik Terhadap TNI