7 Perusahaan Jadi Biang Kerok Banjir Tapanuli
Dalam catatannya, WALHI menyebut tujuh perusahaan yang diduga memicu degradasi ekologis tersebut, diantaranya:
- PT Agincourt Resources (pengelola Tambang Emas Martabe)
- PT North Sumatera Hydro Energy atau NSHE (PLTA Batang Toru)
- PT Pahae Julu Micro-Hydro Power
- PT SOL Geothermal Indonesia
- PT Toba Pulp Lestari Tbk atau TPL
- PT Sago Nauli Plantation
- PTPN III Batang Toru Estate.
Baca Juga: HP Kamera Selfie Resolusi Tinggi dengan Harga Terjangkau, Pilihan Murah Tapi Kualitas Tetap Oke
Astra dan Perusahaan Sukanto Tanoto Terlibat?
Kerusakan paling tampak berasal dari operasi pertambangan dan pembangkit listrik di kawasan hulu.
Tambang emas Martabe, yang dikelola PT Agincourt Resources dan sejak 2018 mayoritas sahamnya dimiliki PT Danusa Tambang Nusantara (bagian dari Astra) bersama konsorsium yang terkait dengan Garibaldi Thohir, mengubah sekitar 300 hektare tutupan hutan dan lahan di DAS Batang Toru selama 2015–2024.
"Agincourt. Bukan hanya Astra. Di belakangnya berdiri jaringan modal besar Jardine Matheson, perusahaan raksasa yang menguasai banyak bisnis di Asia," tulis Instagram @walhisumut yang dilansir Senin, 1 Desember 2025.
"Emas yang diambil dari tanah Batang Toru mengalir ke kantong mereka, sementara warga sekitar justru hidup dalam bayang-bayang bencana ekologis."
Lokasi fasilitas penampungan tailing berada sangat dekat dengan Sungai Aek Pahu yang mengaliri Desa Sumuran.
Warga, menurut Walhi, sudah lama mengeluhkan air yang keruh setiap musim hujan sejak PIT Ramba Joring dibuka.
Di sisi lain, PLTA Batang Toru yang dijalankan PT NSHE, proyek energi yang sejak awal menuai penolakan akademisi dan organisasi lingkungan karena berdiri di habitat genting orangutan Tapanuli, turut meninggalkan jejak besar.
Proyek ini menebangi lebih dari 350 hektare hutan di sepanjang 13 kilometer aliran sungai.
Baca Juga: Fakta Baru Kecelakaan Gary Iskak: Lokasi Disebut Rawan, Warga Akui Insiden Sudah Berulang Pekan Ini
Selain memicu sedimentasi tinggi dari limbah galian terowongan, proyek ini juga memengaruhi fluktuasi debit air yang mengganggu kehidupan sungai.
Rekaman luapan Sungai Batang Toru di Jembatan Trikora yang menunjukkan gelondongan kayu dalam jumlah besar diduga kuat berasal dari lokasi pembangunan infrastruktur PLTA.
Artikel Terkait
Walhi Gugat 29 Korporasi SDA ke Kejagung, Negara Dirugikan Rp200 T: Ini Daftar dan Dugaan Pelanggarannya
WALHI: Pendanaan Transisi Energi Bersih Harus Tempatkan Masyarakat Adat Sebagai Penerima Manfaat
Penembakan Petani Pino Raya, Bengkulu Selatan, Walhi Desak Polisi dan Komnas HAM Tindak Tegas PT ABS