KONTEKS.CO.ID - Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi destinasi penting dalam rangkaian kunjungan Delegasi Indonesian Interfaith Scholarship (IIS) 2025, ketika rombongan peserta asal Austria menelusuri pusat kebudayaan Jawa tersebut pada Minggu, 16 November 2025.
Kunjungan ini menjadi bagian dari agenda untuk memahami keragaman budaya Indonesia secara langsung dari salah satu simbol paling otentik harmoni tradisi Nusantara.
Tiba di lingkungan Keraton, delegasi disambut Pemandu Resmi dan langsung diajak menyusuri kompleks bersejarah yang selama berabad-abad menjadi pusat tata nilai, etika, dan spiritualitas masyarakat Jawa.
Mereka mendapat pemaparan mengenai sejarah Kesultanan Yogyakarta, struktur pemerintahan tradisional, hingga filosofi hidup yang menekankan keseimbangan dan keselarasan.
Pemandu menjelaskan bahwa seluruh elemen Keraton,mulai dari bangunan, tata ruang, hingga simbol-simbol budaya,dirancang untuk menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam semesta.
Konsep hamemayu hayuning bawana menjadi landasan utama dalam perjalanan panjang Keraton sebagai penjaga nilai harmoni.
“Keraton tidak hanya menjadi tempat tinggal Sultan, tetapi pusat kebudayaan yang menjaga nilai-nilai etika, tata krama, dan spiritualitas masyarakat Jawa. Semua unsur ini saling terhubung sebagai satu kesatuan yang menciptakan harmoni,” terang pemandu.
Selain aspek budaya, delegasi juga mempelajari sistem pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki karakter tersendiri.
Penjelasan mengenai peran Sultan sebagai Gubernur menjadi salah satu hal yang menarik perhatian peserta karena berbeda dengan praktik demokrasi modern yang umum mereka ketahui.
Baca Juga: Sri Sultan Hamengku Buwono X Peringatkan Debt Collector yang Tagih Utang di Yogyakarta
“Yogyakarta memiliki keistimewaan, di mana Sultan menjabat sebagai Gubernur. Namun tetap ada DPRD yang berperan sebagai lembaga demokratis seperti di provinsi lain,” jelasnya dalam Bahasa Jerman.
Menurut pemandu, perpaduan antara otoritas tradisional dan sistem demokratis ini menunjukkan bagaimana nilai lokal dapat berjalan berdampingan dengan tata kelola modern tanpa menimbulkan benturan konsep.
Artikel Terkait
Sri Sultan Hamengku Buwono X: Gunung Merapi Tak Akan Meletus Seperti Dulu
Sri Sultan Hamengku Buwono X Peringatkan Debt Collector yang Tagih Utang di Yogyakarta
Apa Itu Malam 1 Suro? Ini Pengertian dan Kepercayaannya dalam Budaya Jawa
Ini 5 Unsur Mitos, Ritual, dan Simbolisme Budaya Jawa di Film 'Perempuan Pembawa Sial'
Hari Toleransi Internasional, Menag Ajak Umat Rawat Kerukunan yang Sudah Mengakar