• Senin, 22 Desember 2025

Perkumpulan Peneliti Eksaminasi Ajukan Jadi Pemohon Terkait untuk Cegah Korupsi dan Mafia Peradilan

Photo Author
- Selasa, 11 November 2025 | 12:55 WIB
Kuasa hukum Perkumpulan Peneliti Eksaminasi, Alichia Faradillah dan Syifa Khaffah Ananda di MK. (KONTEKS.CO.ID/Ist)
Kuasa hukum Perkumpulan Peneliti Eksaminasi, Alichia Faradillah dan Syifa Khaffah Ananda di MK. (KONTEKS.CO.ID/Ist)
KONTEKS.CO.ID – Tim kuasa hukum Perkumpulan Peneliti Eksaminasi, Alichia Faradillah dan Syifa Khaffah Ananda, menyampaikan, kliennya mengajukan permohon menjadi pihak terkait uji materi 3 undang-undang (UU) di Mahkamah Konstitusi (MK).
 
Alichia di Jakarta, Selasa, 11 November 2025, menyampaikan, beberapa alasan kliennya mengajukan permonan menjadi pihak terkait dalam perkara Nomor 189/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK).
 
Salah satunya, kata dia, yakni mencegah korupsi dan mafia peradilan. Ketergantungan keuangan lembaga peradilan menciptakan celah untuk praktik korupsi dan intervensi. 
 
 
"Pejabat eksekutif bisa 'menawarkan' anggaran tambahan sebagai 'iming-iming' untuk memengaruhi suatu putusan," katanya.
 
Ia menegaskan, dengan kemandirian keuangan, diharapkan rantai intervensi ini dapat diputus, sehingga mempersulit terjadinya mafia peradilan.
 
Alasan lainnya, yakni encegah campur tangan kekuasaan (checks and balances)· Prinsip pemisahan kekuasaan (trias politica).
 
Dalam sistem demokrasi, kekuasaan negara dipisahkan menjadi eksekutif (pemerintah), legislatif (DPR), dan yudikatif (peradilan). 
 
"Pemisahan ini untuk mencegah pemusatan kekuasaan yang absolut," katanya.
 
Alichia mengatakan, tujuan lainnya adalah menjamin peradilan yang tidak memihak (impartiality) serta meningkatkan akuntabilitas dan transparansi.
 
Ia menegaskan, alasan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman atau yang dikenal sebagai Independensi Peradilan (Judicial Independence).
 
"Prinsip ini adalah pilar utama dalam negara hukum (rule of law) yang demokratis," tandasnya.
 
 
Syifa menambahkan, mengenai dasar hukum di Indonesia. Menurutnya, prinsip kemandirian keuangan lembaga peradilan ini diakui dan diatur dalam peraturan perundang-undangan.
 
Pertama, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada Pasal 24A Ayat (5), yakni "Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang."
 
"Ayat ini menjadi dasar bagi UU yang mengatur lebih lanjut, termasuk aspek keuangan," katanya.
 
Kedua, UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 10 Ayat (1) UU ini yakni "Pengelolaan keuangan badan-badan peradilan berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung."
 
 
Sedangkan Ayat (2): "Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan."
 
Ketiga, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Tap MPR ini juga menegaskan pentingnya kemandirian kekuasaan kehakiman.
 
Ia mengungkapkan, meski secara hukum sudah diatur dalam ketentuan di atas, namun dalam praktik kemandirian keuangan MA tidak sepenuhnya absolut.
 
Proses pengajuan dan persetujuan anggaran masih melibatkan eksekutif, yakni melalui Kementerian Keuangan dan legislatif (DPR).
 
 
"Hal ini masih menjadi area kritik dan perbaikan, karena intervensi halus masih mungkin terjadi melalui proses anggaran ini," katanya.
 
Syifa menegaskan, pemisahan keuangan MA dari eksekutif bukanlah soal administratif belaka, melainkan sebuah prinsip konstitusional untuk melindungi hak konstitusional warga negara.
 
Tujuannya adalah memastikan bahwa setiap orang yang berhadapan dengan hukum dapat berdiri di depan hakim yang benar-benar merdeka.
 
 
"Bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun, sehingga keadilan dapat ditegakkan," ujarnya.

Adapun permohonan perkara Nomor 189/PUU-XXIII/2025 tersebut menguji konstitusionalitas Pasal 81A Ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Agung (UU MA), Pasal 9 UU MK, dan Pasal 7 Ayat (2) huruf b UU Perbendaharaan Negara.

Pasal dan ayat dari tiga UU tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 karena mengakibatkan Kekuasaan Kehakiman menjadi tidak memiliki kemandirian anggaran sehingga tidak merdeka seutuhnya.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Setiawan Konteks

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X