“EUE ini unik karena belum pernah dilaporkan di wilayah tropis lainnya. Artinya, dinamika dan topografi lokal Selat Mulut Kumbang memiliki karakteristik khusus yang memicu fenomena langka ini,” tambah Anindya.
“Penelitian menunjukkan bahwa EUE dipicu oleh interaksi kompleks antara arus pasang surut, arus laut dalam, dan bentuk dasar laut yang sempit serta curam,” tuturnya.
Saat pasang naik, lanjut dia, arus membawa massa air dingin dari kedalaman ke arah utara melalui saluran bawah laut. Sementara arus hangat Indonesian Throughflow (ITF) bergerak ke selatan.
“Pertemuan dua arus berlawanan ini menciptakan turbulensi kuat yang mendorong air dingin naik ke permukaan.” ujar Anindya.
Baca Juga: Suasana Hangat Selimuti Malam Gyeongju, Diaspora Indonesia Antusias Sambut Prabowo di KTT APEC
Fenomena yang Jarang Terjadi
Menurut dia, EUE hanya terjadi pada periode tertentu, yaitu antara Agustus hingga November, yang menunjukkan adanya pengaruh kuat dari sistem monsun tahunan terhadap dinamika arus dan suhu perairan.
Kombinasi faktor pasang surut, arus laut dalam, topografi yang sempit dan curam, serta pengaruh monsun menjadikan Selat Mulut Kumbang lokasi ideal terjadinya fenomena oseanografi langka ini.
Fenomena ini berdampak langsung pada kehidupan laut. Penurunan suhu ekstrem menyebabkan ikan-ikan tropis mengalami kejutan termal hingga pingsan dan mudah ditangkap oleh warga sekitar.
“Kondisi tersebut juga menarik perhatian lumba-lumba dan mamalia laut lainnya yang memanfaatkan momen tersebut untuk berburu ikan,” tambah Sahri.
Baca Juga: Era Bakar Uang Resmi Berakhir: GoTo Cetak Sejarah, Laba Operasional Akhirnya Positif Rp62 Miliar
Selain dampak ekologis, EUE di Alor juga memiliki potensi ekonomi dan wisata yang besar. Kejadian langka ini dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata ilmiah berbasis konservasi.
Di mana wisatawan dapat menyaksikan fenomena alam luar biasa tanpa merusak lingkungan, sehingga dapat berkelanjutan. “Masyarakat dapat mengamati lumba-lumba dari bibir pantai atau tubir, tanpa harus menggunakan perahu yang dapat mengganggu tingkah laku biota tersebut,” ucapnya.
Dalam penelitian terkait fenomena tersebut, BRIN berperan aktif mengamati perilaku dan aspek ekologi dari mamalia laut selama peristiwa terjadi.
Pengamatan dilakukan bersama tim dari Universitas Diponegoro, Universitas Tribuana Kalabahi, Universitas Sriwijaya, Konservasi Indonesia, serta mitra internasional dari University of Maryland, Tohoku University, University of Tsukuba, dan Srinakharinwirot University Thailand.
Baca Juga: Polisi Tangkap Musisi Onadio Leonardo dalam Kasus Narkoba
Artikel Terkait
Fenomena Langka, Rotasi Bumi Meningkat dan Hari Jadi Lebih Singkat di 2025
Tips Melihat Embun Es di Dieng: Fenomena Langka yang Sayang Dilewatkan
Fenomena Langka: Hari Ini, Selasa 5 Agustus 2025, Jadi Hari Terpendek yang Tak Disadari Manusia
Fenomena Langka! Gerhana Bulan Total Hiasi Langit Indonesia pada 7 September 2025
Fenomena Langka di Pantai Klayar Pacitan, Ombak Jadi Seruling Alami, Suaranya Bikin Wisatawan Terpesona