KONTEKS.CO.ID – Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional merupakan pengkhianatan terhadap Reformasi.
"Kami menilai hal ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap reformasi," kata Ardi Manto, perwakilan koalisi dari Imparsial dalam pernyataan sikap pada Rabu, 29 Oktober 2025.
Koalisi menilai pernyataan Menteri Kebudayaan juga selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan bahwa Soeharto penuhi kriteria sangat kontradiktif dengan semangat Reformasi.
Baca Juga: Tolak Soeharto Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ganjar: Marsinah Lebih Layak, Lebih Memenuhi Syarat
Reformasi dibangun oleh bangsa Indonesia sejak 1998 dan proses transisi menuju negara yang demokratis dan menghormati HAM.
Koalisi masyarakat sipil menolak pemberian gelar Pahlawan kepada Soeharto tidak lepas dari warisan Orde Baru yang berlumuran peristiwa pelanggaran HAM.
Selain itu, dia rezim otoriter yang tidak segan menghilangkan nyawa rakyat Indonesia dan tindakan represif militeristik terhadap ekspresi, pemberangusan terhadap pendapat yang berbeda, dan melanggengkan praktik korupsi menjadi mengakar.
"Sayangnya, semua kasus pelanggaran HAM itu juga belum ada satu pun yang dapat diungkap dan memberikan keadilan kepada masyarakat," ujar Bhatara Ibnu Reza, perwakilan koalisi dari De Jure.
Koalisi menyatakan bahwa korupsi juga marak sepanjang 32 tahun pemerintahan Soeharto. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang terjadi di masa Orba telah mewariskan tradisi korup yang bahkan sampai sekarang sulit diberantas.
Bukan hanya itu, kata Wahyudi Djafar, perwakilan koalosi dari Raksha Initiatives, Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan No. 140 PK/Pdt/2005 telah menyatakan bahwa Yayasan Supersemar milik Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Baca Juga: Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Aktivis 98: Gelar Kepahlawanan Kehilangan Makna Agung
MA mewajibkan Yayasan Supersemar membayar uang sebesar US$315.002.183 dan Rp139.438.536.678,56 kepada Pemerintah RI atau sekitar Rp 4,4 triliun dengan kurs saat itu.
Soeharto didakwa karena mengeluarkan sejumlah peraturan dan keputusan Presiden yang menguntungkan setidaknya 7 yayasan yang dipimpinnya dan kemudian dialirkan ke 13 perusahaan afiliasi keluarga dan kroni Cendana.
Bukannya mendorong akuntabilitas dan pengungkapan kebenaran dari ragam kasus pelanggaran HAM dan mengungkap praktik korupsi besar-besaran yang telah terjadi di masa Orba, Pemerintah saat ini justru memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto.
Baca Juga: Ray Rangkuti: Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Puncak Nepotisme Pemerintahan Prabowo
"Ini merupakan impunitas terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah dilakukan oleh Soeharto dan antek-anteknya," katanya.
Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto mengingkari fakta-fakta yang mengindikasikan keterlibatan Soeharto dalam ragam kasus pelanggaran HAM dan korupsi tersebut.
Atas dasar itu, Mike Tangka, perwakilan koalisi dari KPI, Koalisi Masyarakat Sipil menolak pemberian gelar Pahlawan kepada Soeharto dan memandang ini sebagai pengkhianatan terhadap Reformasi, para korban pelanggaran HAM di masa Orba, dan rakyat Indonesia.
"Rakyat Indonesia menghendaki peradaban yang berperikemanusiaan dan keadilan," kata Julius Ibrani, perwakilan koalisi dari PBHi.
Al Araf, perwakila koalisi dari Centra Initiative, menyampaikan, Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari IMPARSIAL, DeJure, HRWG, Raksha Initiative, Koalisi Perempuan Indonesia, LBH Apik, CENTRA Initiative, dan PBHI.***
Artikel Terkait
Respons Titiek Soeharto Soal Usulan dan Penolakan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Alhamdulillah, Terima Kasih
Ray Rangkuti: Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Puncak Nepotisme Pemerintahan Prabowo
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Aktivis 98: Gelar Kepahlawanan Kehilangan Makna Agung
Ray Rangkuti Bongkar Alasan Tolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, Singgung Julukan 'Bapak KKN'
Tolak Soeharto Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ganjar: Marsinah Lebih Layak, Lebih Memenuhi Syarat