Dalam hal korupsi, Mahkamah Agung (MK) kata dia, melalui Putusan Nomor 140 PK/Pdt/2005 telah menyatakan Yayasan Supersemar milik Soeharto terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan diwajibkan mengembalikan uang negara senilai lebih dari Rp4,4 triliun.
“Putusan pengadilan itu cukup untuk membatalkan segala legitimasi moral yang coba dibangun,” imbuhnya.
Soeharto juga didakwa menggunakan kekuasaan untuk memperkaya keluarga dan kroninya melalui setidaknya tujuh yayasan yang terhubung dengan 13 perusahaan afiliasi kelompok Cendana.
“Jika fakta ini diabaikan, maka negara bukan lagi menjunjung keadilan, tetapi sedang menertawakan hukum,” kata Hendardi tajam.
Negara yang Hilang Ingatan
Hendardi menyebut, langkah politik ini menandai absolutisme kekuasaan yang berbahaya. Jika Prabowo sebagai Presiden tetap memaksakan penetapan tersebut, kata dia, maka tidak salah jika publik melihat praktik kekuasaan yang menyerupai ungkapan Raja Louis XIV: 'L’État, c’est moi' atau yang berarti 'negara adalah aku'.
“Menjadikan Soeharto pahlawan bukan hanya menodai akal sehat, tapi juga menghina jutaan rakyat yang berjuang melawan tirani di 1998,” tegas Hendardi.
“Reformasi lahir dari penolakan terhadap kekuasaan yang absolut, terhadap korupsi dan pelanggaran HAM. Mengangkat Soeharto sebagai pahlawan berarti mengubur semangat reformasi dan menandai kemunduran demokrasi," tutupnya.***
Artikel Terkait
Daftar 40 Calon Pahlawan Nasional dari Kemensos ke Fadli Zon: Ada Soeharto, Gus Dur, HB Jassin hingga Marsinah
Ubedilah Badrun: Soeharto Tak Memenuhi Syarat Jadi Pahlawan Nasional
Fadli Zon Ngotot Soeharto Penuhi Kriteria Jadi Pahlawan Nasional
PDIP Sebut Ada Tujuan Politik Tertentu di Balik Ngototnya Fadli Zon Ingin Jadikan Soeharto Pahlawan Nasional