"Untuk doktor dengan NIDK, itu enggak bisa melanjutkan ke guru besar, itu enggak bisa karena dia hanya menjadi dosen tidak tetap," katanya.
Dosen tidak tetap ini tidak terdaftar di sistem Dikti. Para dosen yang telah mengabdikan dirinya ke negara puluhan tahun itu dihilangkan begitu saja dengan adanya Kepmendikbudristek tersebut.
"Jadi dengan adanya ketentuan tersebut, katakanlah Anda ini sudah bukan guru besar lagi. Jadi dosen tidak tetap ini enggak jelas, karena di sistem tidak ada," ujarnya.
Prof Tumanggor menambahkan, ketentuan ini juga bakal berdampak pada pendidikan nasional. Pasalnya, saat ini jumlah guru besar ini sangat sedikit, apalagi di daerah-daerah.
Sementara itu, salah satu syarat kampus untuk membuka program doktoral (S3) adalah harus ada 2 guru besar. Jika status guru besarnya menjadi dosen tidak tetap, tentunya sulit untuk menghasilkan doktor karena minimnya jumlah guru besar.
"Data-data menunjukkan memang guru besar ini sedikit, sangat kurang. Apalagi di daerah-daerah, guru besar itu tidak ada, baik itu NIDN, NIDK, tidak ada guru besar di situ. Ini malah dibuat menjadi tidak berdaya" katanya.***
Artikel Terkait
Tanah Nganggur 2 Tahun Bisa Diambil Negara? Ini Penjelasan Guru Besar UKI Prof Aartje Tehupeiory
Guru Besar Unair Warning Prabowo: Pecat Kapolri atau Dilengserkan Rakyat yang Super-Kecewa dari Kursi Presiden
Ratusan Guru Besar dan Puluhan Akademisi AAPI Desak Pemerintah Rampingkan Kabinet
Ratusan Guru Besar dan Akademisi AAPI: Pemerintah Jangan Terapkan Darurat Militer!
Dua Guru Besar JR Kepmendikbudristek 63 Tahun 2025 Karena Diskriminatif dan Kontra UU