• Senin, 22 Desember 2025

Bongkar Dugaan 'Mafia' di Kemendes, Sri Radjasa Tunjukkan Surat Perjanjian Bayar Rp10 Juta untuk Jadi TPP

Photo Author
- Senin, 29 September 2025 | 08:45 WIB
Bukti surat perjanjian yang diduga digunakan dalam praktik jual beli jabatan Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa. (Tangkapan Layar kanal Youtube Forum Keadilan TV)
Bukti surat perjanjian yang diduga digunakan dalam praktik jual beli jabatan Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa. (Tangkapan Layar kanal Youtube Forum Keadilan TV)

KONTEKS.CO.ID - Selain diwarnai isu politisasi, proses rekrutmen baru untuk posisi Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa juga diwarnai dugaan praktik jual beli jabatan.

Analis intelijen Sri Radjasa membeberkan bukti berupa surat perjanjian dan kuitansi yang mengindikasikan adanya pungutan liar senilai Rp10 juta bagi setiap calon TPP yang ingin lolos.

"Saya juga menemukan fakta di lapangan adanya praktik uang dalam rekrutmen tenaga pendamping profesional desa yang baru," ujar Sri Radjasa dalam video yang diunggah di kanal Youtube Forum Keadilan TV pada Senin, 29 September 2025.

Baca Juga: PPP Terpecah, Rommy Sebut Mardiono Terpilih Bukan di Muktamar X, tapi di Kamar

Ia menunjukkan bukti sebuah "Surat Perjanjian Pembayaran Uang Muka Tanda Jadi" untuk pendaftaran pendamping desa di sebuah desa di Kecamatan Karya Penggawa.

Dalam surat tersebut, tertera bahwa total "uang perjanjian" adalah sebesar Rp10 juta.

Calon TPP diwajibkan membayar uang muka sebesar Rp5 juta, dan sisa pelunasannya akan dibayarkan setelah Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai pendamping desa diterbitkan.

"Uang perjanjiannya Rp10 juta, kan. Uang mukanya Rp5 juta," jelasnya sambil menunjukkan dokumen.

Baca Juga: Cegah Penyalahgunaan, Yudi Purnomo Sebut UU Perampasan Aset Wajib Diperkuat Aturan LHKPN dan SPT

Ia juga memperlihatkan bukti kuitansi pembayaran uang muka tersebut yang diserahkan secara tunai.

Menurut Sri Radjasa, praktik sogok-menyogok ini mungkin sudah terjadi di masa lalu secara sporadis.

Namun, yang terjadi saat ini dinilainya jauh lebih berbahaya karena dilakukan secara terorganisir, yang ia sebut sebagai kejahatan terorganisasi atau "mafia".

Baca Juga: Terinspirasi Warren Buffett, Timothy Ronald Ungkap Mimpi Besar Bangun 1.000 Sekolah di Indonesia

Hal ini tidak bisa dilepaskan dari adanya sistem kuota partai yang membuat proses rekrutmen menjadi ajang bisnis ilegal yang terstruktur dan masif.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rat Nugra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X