KONTEKS.CO.ID - Gelombang demonstrasi besar pada 30–31 Agustus lalu terus memicu perdebatan. Bagi mantan Menko Polhukam Mahfud MD, aksi itu punya dua wajah.
Di satu sisi, ia adalah ekspresi murni rakyat; di sisi lain, ada jejak kelompok terlatih yang mencoba menunggangi dan mengarahkan amarah publik untuk kepentingan politik.
“Awalnya demo itu organik. Rakyat turun ke jalan karena keresahan menumpuk selama hampir sepuluh bulan. Tetapi belakangan ada penunggang yang terlatih, terlihat dari pola gerakan dan koordinasi lapangan,” kata Mahfud dalam sebuah video yang diunggah pada akun YouTube Denny Sumargo, Kamis 11 September 2025.
Baca Juga: Manchester City Dilanda Badai Cedera Jelang Derby Kontra Manchester United
Dari Spontanitas ke Aksi Terorganisir
Mahfud menyebut, aksi spontan rakyat sebetulnya lumrah dalam demokrasi. Protes terhadap tingginya biaya hidup, pengangguran, hingga kontroversi tunjangan pejabat adalah bagian dari hak menyuarakan aspirasi.
Namun yang mengkhawatirkan, menurut Mahfud, adalah ketika protes tersebut bergeser menjadi gerakan terorganisir dengan sasaran spesifik.
“Kenapa yang diserang kantor polisi? Itu bukan kebetulan. Itu tanda ada desain untuk mendelegitimasi Polri, seolah-olah polisi lemah menjaga diri. Padahal jelas ada skenario,” ujarnya.
Baca Juga: Kejagung Sita Aset Rp510 Miliar Pencucian Uang Iwan Setiawan Lukminto dari Kredit Sritex
Serangan ke kantor-kantor polisi, menurutnya, menyimpan pesan politik yang lebih dalam, yakni melemahkan institusi hukum agar publik kehilangan kepercayaan pada negara.
“Kalau Polri dianggap tidak mampu, itu bisa membuka ruang konfigurasi politik baru,” tambahnya.
Isu Darurat Sipil dan Militer
Di tengah situasi panas, isu darurat sipil bahkan darurat militer sempat menyeruak. Sejumlah media menyebut opsi itu ada di meja Presiden. Mahfud mengklarifikasi, memang ada pembahasan di forum terbatas, tetapi tidak pernah diputuskan.
Baca Juga: 100 Sekolah Rakyat Resmi Beroperasi, Prabowo Pastikan Fasilitas Layak
“Kalau sampai darurat militer diterapkan, rusaklah demokrasi kita. Hidup akan penuh izin dan pembatasan. Itu bukan cara demokrasi bekerja,” tegas Mahfud.
Ia mengingatkan pengalaman masa lalu. Tahun 1998, meski tekanan begitu besar hingga akhirnya Presiden Soeharto mundur, opsi darurat sipil atau militer tak pernah dipakai.
Artikel Terkait
Mahfud MD: Sri Mulyani Ikhlas Rumah Dijarah, tapi Kecewa Penjagaan Aparat Kurang
Mahfud MD Sebut Nadiem Makarim Bersih, Terjerembab Perkara Rasuah karena Ingin Cepat Bekerja
Mahfud MD Sebut Budi Arie Seharusnya Sudah Lama Jadi Tersangka Kasus Judi Online
Mahfud MD Prediksi Bakal Reshuffle Kabinet Jilid II, Spill Kapan Waktu dan Alasannya
Mahfud MD Bongkar Alasan Sri Mulyani Mundur: Tangisan dan Rasa Kecewa