Baca Juga: Kata Bobby Nasution soal Tunjangan DPRD Bisa Diubah Tapi Harus Lewat Kesepakatan Resmi
"Fenomena ini memperburuk shrinking civic space. TNI bukan cuma keluar jalur, tapi berpotensi menjadi alat represi digital," tulis SETARA.
Situasi ini dikhawatirkan akan menjadi preseden berbahaya, di mana keterlibatan militer dalam isu-isu sipil semakin dianggap normal.
Padahal, tanpa mekanisme akuntabilitas yang kuat, ini bisa mengarah pada penyalahgunaan wewenang terhadap warga sipil.
Baca Juga: Raffi Ahmad, Moreno, atau Puteri Komarudin? Calon Menpora Baru yang Lagi Panas!
Demonstrasi Dipersepsi Ancaman, Bukan Hak Konstitusional
SETARA juga menyinggung soal kemungkinan keterlibatan militer dalam pengamanan demonstrasi, baik di dunia nyata maupun digital.
Bagi militer, demonstrasi kerap dipandang sebagai ancaman stabilitas, bukan bagian dari demokrasi.
"Paradigma militer bisa menggeser pemahaman kita tentang demonstrasi sebagai hak warga negara menjadi persoalan keamanan. Ini berbahaya," ujar Merisa Dwi Juanita, peneliti SETARA lainnya.
Padahal dalam demokrasi yang sehat, demonstrasi adalah salah satu wujud partisipasi politik yang dijamin oleh konstitusi.
Melibatkan TNI tanpa kebutuhan mendesak justru dapat menciptakan ruang bagi represi yang lebih besar.***
Artikel Terkait
Kontroversi Animasi Merah Putih: One for All, Anggaran Miliaran, Visual Disebut Setara Game PS2
SETARA Institute: Kehadiran Batalyon Teritorial Pembangunan Bentuk Ekspansi Militer ke Ruang Sipil
SETARA: 6 Kodam Baru Tak Berbasis UU TNI
SETARA: Pembentukan Sejumlah Satuan Baru Bertentangan dengan Pembangunan Postur TNI
Insiden Mobil Rantis Brimob Lindas Pengemudi Ojol, SETARA Institute: Cermin Kekuatan Eksesif
SETARA Institute Desak Prabowo Bentuk TGPF, Bongkar Fakta Kerusuhan Agustus 2025