• Senin, 22 Desember 2025

Hasto Mohon MK Nyatakan Pasal Buatnya Meringkuk di Tahanan KPK Tak Punya Kekuatan Hukum Mengikat

Photo Author
- Kamis, 14 Agustus 2025 | 20:55 WIB
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto (Foto: Instagram/@sekjenpdiperjuangan)
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto (Foto: Instagram/@sekjenpdiperjuangan)

Pemohon mendalilkan bahwa Pasal 21 tidak ‎termasuk norma pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal ini acap kali digunakan untuk mengancam pihak lain yang bukan merupakan bagian dari pelaku tindak pidana korupsi.

Adapun isi Pasal 21, ‎“Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000.00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah).”

‎Berdasarkan pasal tersebut, kata Erna, hanya dapat dipersangkakan atau didakwakan kepada setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.

Pasal tersebut ‎tidak dapat digunakan dalam menetapkan tersangka atau mendakwa seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi.

Baca Juga: Tok! Hasto Jadi Sekjen PDIP Ketiga Kalinya

Dengan adanya perbedaan ancaman hukum antara perbuatan substantif dan perbuatan ikutannya, maka sesungguhnya pasal ini menyebabkan terjadinya disparitas yang tidak adil.

Pemohon menilai keliru kalau seseorang diduga melakukan tindak pidana korupsi, kemudian pada saat yang sama juga diduga melakukan perintangan penyidikan atau penuntutan karena ada komunikasi atau konfirmasi itu diduga berhubungan dengan perkara pidananya.

Lebih lanjut Erna menjelaskan, sifat dari perbuatan pidana yang dapat dipersangkakan atau didakwakan melanggar Pasal 21 UU Tipikor adalah bersifat kumulatif.

Artinya, kata dia, perbuatan yang harus dibuktikan yaitu tidak bisa dilakukan penyidikan, penuntutan, dan harus juga ada akibat lain yaitu terhadap perkara itu tidak ada pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap terdakwa.

Pemaknaan pelanggaran Pasal 21 UU Tipikor ‎karena telah terbukti adanya perbuatan yang berakibat tidak bisa dilakukan penyidikan, penuntutan, dan tidak ada pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap terdakwa.

Baca Juga: Usai Hasto Dapat Amnesti, KPK Deteksi Keberadaan Harun Masiku di Luar Kota

Pemohon juga menyampaikan supaya ‎Pasal 21 UU Tipikor tidak menjadi sebagai pasal pembalasan berlebihan karena ancaman hukuman yang lebih tinggi dari pasal substantif sebagai bagian dari perbuatan yang dilarang dan termasuk sebagai perbuatan korupsi yaitu Pasal 13 UU Tipikor.

Atas dasar itu, maka ancaman hukuman minimal yang dijatuhkan karena adanya pelanggaran terhadap Pasal 21 UU Tipikor seharusnya paling kurang sama dengan ancaman Pasal 13 UU Tipikor.

Menurut Pemohon, ‎karena Pasal 21 ini tidak termasuk dalam kategori perbuatan korupsi, sehingga terhadap pasal tersebut harus diberi pemaknaan yang benar, masuk akal, dan menurut hukum agar menjadi konstitusional.

Pemohon menilai, ‎ancaman hukuman yang layak terhadap pelanggaran Pasal 21 UU Tipikor harus dimaknai sama dengan ancaman hukuman terendah dari UU Tipikor.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Setiawan Konteks

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X