KONTEKS.CO.ID – Para peneliti geologi di bawah naungan Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penelitian kejadian tsunami purba di wilayah Pantai Selatan Jawa.
Penelitian dilakukan sejak bencana tsunami melanda Pangandaran pada 2006. Tim peneliti sudah menggelar serangkaian penelitian paleotsunami di beragam lokasi di sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa.
Dari hasil temuan itu, Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Purna Sulastya Putera, mengatakan, tim menyimpulkan: tsunami raksasa di selatan Jawa memang pernah terjadi berulang. Rentang waktu antarkejadian diperkirakan 600-1.200 tahun.
Baca Juga: Konflik Berakhir, Barcelona Pulihkan Status Kapten Marc-Andre ter Stegen: Siap Pimpin Tim Bangkit!
"Secara historical atau yang pernah terjadi yang kita alami itu magnitudonya selalu di bawah 8. Hasil perhitungan matematis oleh McCaffrey itu ya, bahwa perulangan gempa besar magnitudo 9 di selatan Jawa itu adalah setiap 675 tahun sekali. Nah, itu yang ingin kami buktikan di selatan Jawa,” kata Purna saat mengikuti forum Media Lounge Discussion di lobi Gedung BJ Habibie, Jakarta Pusat, mengutip Senin 11 Agustus 2025.
Karena itu, sambung dia, jika terjadi gempa besar magnitudo 9, maka area yang terpatahkan itu bisa 900 kilometer lebih. “Dan itu artinya di seluruh selatan Jawa bisa terdampak," sebutnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan studi paleotsunami, Purna mengatakan, tim riset menemukan di antaranya di Lebak, Banten, terdapat lapisan pasir kaya mikrofauna laut dan bongkahan kayu di kedalaman kurang dari 1 meter yang bukan berasal dari rawa.
Selain itu ada juga temuan mineral gloponid mengisi cangkang-cangkang dari foraminifera atau biota laut. Temuan branching coral atau coral bercabang dalam posisi berdiri yang tertimbun pasir. Diperkirakan materi itu berasal dari tsunami sekitar 400 tahun dan 3.000 tahun lalu.
Baca Juga: Fadli Zon Target Peluncuran Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Oktober-November
Sementara di Pangandaran, Jawa Barat, terdapat endapan tsunami berlapis. Di antaranya, lapisan pasir bergelombang yang mengindikasikan adanya dampak perubahan lingkungan akibat uplift. Ini mengindikasikan telah terjadi gempa bumi dan tsunami yang besar.
Sedangkan di daerah Adipala, Cilacap, Jawa Tengah, peneliti menemukan radiolaria, mikrofauna laut dalam yang jarang ditemukan, di dalam lapisan tsunami. Umurnya diperkirakan sekitar 1.800 tahun.
Di Kulonprogo, DIY, tim peneliti paleotsunami menemukan lapisan berisi cangkang foraminifera, termasuk ‘baby foram’, sebagai bukti kuat transportasi material laut.
Tim menemukan ada tiga lapis paleo tsunami. Umurnya diperkirakan lebih 1.800 tahun. "Di Kulonprogo ini kita menemukan ada tiga lapis paleo tsunami yang sebenarnya hasil dating-nya atau umurnya kita belum tahu, karena masih dianalisis. Kita berharap yang lapisan yang tengah dan paling atas itu itu lebih mudah dari 1.800 sehingga kita bisa merekonstruksi lebih detail perulangan dari tsunami raksasanya," papar Purna.
Baca Juga: Indonesia Kenyang Pengalaman Pahit, Prabowo: Setiap Mau Sejahterakan Rakyat, Kita Diganggu!
Artikel Terkait
Ramalan Bencana Baba Vanga Jadi Kenyataan: Gempa Bumi di Rusia dan Tsunami Landa Jepang
Waspada Tsunami: Tips Mitigasi untuk Menyelamatkan Diri dan Keluarga
Ternyata Ini Penyebab Gempa Dahsyat Rusia Tak Sebabkan Dampak Tsunami Parah
Jepang Waspada Tsunami dengan Efek Letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki
Gempa M 5,4 Guncang Halmahera Barat, Tak Berpotensi Tsunami