• Minggu, 21 Desember 2025

Kasus Tom Lembong, Prof Didik: Rezim Jokowi Paling Vulgar Lakukan Kriminalisasi

Photo Author
- Sabtu, 2 Agustus 2025 | 12:13 WIB
Tom Lembong saat keluar dari Rutan Cipinang. Prof Didik menilai kriminalisasi paling vulgar terjadi pada rezim Jokowi. (KONTEKS.CO.ID/Ist)
Tom Lembong saat keluar dari Rutan Cipinang. Prof Didik menilai kriminalisasi paling vulgar terjadi pada rezim Jokowi. (KONTEKS.CO.ID/Ist)
KONTEKS.CO.ID – Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini, mengatakan, ‎praktik kriminalisasi menggunakan hukum karena intervensi politik paling vulgar terjadi di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
 
‎“Praktik kriminalisasi hukum karena intervensi politik terjadi pada semua rezim, tetapi sangat vulgar pada masa Jokowi,” kata Prof Didik di Jakarta, Sabtu, 2 Agustus 2025. 
 
Ia menegaskan, ‎kasus Tom Lembong karena ada indikasi kuat intervensi kekuasaan terhadap hukum yang merupakan warisan Jokowi. 
 
 
“Tidak ada lagi motto yang suci di dalam dunia hukum: 'Lebih Baik Membebaskan Orang yang Salah daripada Menghukum Orang yang Benar',” ujarnya. 
 
Prinsip ini adalah keadilan paling mendasar di dalam dunia hukum tetapi dibuang di tong sampah oleh pemimpin-pemimpin yang juga lahir dari demokrasi. 
 
“Yang ada sekarang, seperti kasus Tom Lembong, jika mereka lawan politik, kesalahan dicari-cari,” katanya.
 
Menurutnya, kasus Tom Lembong ini diduga kuat buntut dari Pilpres lalu. “Politik kemudian menjadi anasir jahat di dalam demokrasi,” tandasnya.
 
 
‎Ia menyampaikan, kriminalisasi atau buruknya penegakan hukum, termasuk untuk memenjarkan lawan politik ‎sangat berdampak pada ekonomi.
 
‎“Investor enggan menanamkan modal karena akan berisiko berat, rugi, dan bahkan bangkrut,” katanya.
 
Hukum yang buruk akan menyebabkan biaya transasi meningkat, mahal, dan berakibat biaya investasi meningkat dan tidak efisien.
 
 
Menurut Prof Didik, biaya “transaksi” adalah biang kerok atau bahkan setan buruk di dalam, ekonomi dan dunia bisnis, yang sering muncul dari sistem hukum yang buruk. 
 
‎“Di dalam sistem hukum yang buruk, efisiensi ekonomi menurun, dan bahkan rusak sama sekali,” katanya. 
 
Menurutnya, contoh ekstrem adalah negara-negara dengan sistem hukum yang lemah cenderung jatuh dalam jebakan negara gagal (failed state) atau negara predatoris, yang menjadikan ekonomi hanya alat penghisapan oleh elite kekuasaan.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Setiawan Konteks

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X