BMI memperkirakan produksi global minyak sawit pada musim 2025/2026 akan mencapai 80,6 juta ton, naik 2,4 persen dibanding tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ini ditopang oleh proyeksi kenaikan 0,5 persen di Malaysia dan 3,3 persen di Indonesia.
Dampak dari kebakaran mulai dirasakan di luar wilayah Indonesia.
Meskipun Singapura belum mengalami kabut lintas batas, meski terjadi lonjakan kebakaran lahan di Sumatra baru-baru ini, Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) memastikan bahwa mereka memantau situasi dengan ketat.
Di negara bagian Melaka, Malaysia, pemilik restoran Roger Soong melaporkan bahwa kabut asap telah mulai merambah wilayah tersebut.
Baca Juga: Wilmar Group Kembalikan Rp11,8 Triliun ke Negara, Siapa Sebenarnya Raksasa Sawit Ini?
“Saya bisa mencium bau asap dari luar,” ujar Soong, pemilik kafe terbuka The Baboon House. “Kami telah memasang lebih banyak alat pemurni udara.
Di tahun-tahun sebelumnya, kabut asap mempengaruhi jumlah pelanggan. Tahun ini belum terlalu buruk, tapi kami tetap waspada.”
Di Singapura, Philip Gan, pendiri agen perjalanan Singatour, mengatakan belum ada pembatalan tur, namun memperingatkan memburuknya kabut asap bisa mempengaruhi sektor pariwisata regional.
Kebakaran lahan sering kali terjadi di Indonesia, khususnya di Sumatra dan Kalimantan, sebagian besar akibat praktik pembakaran untuk pembukaan lahan, walau hal tersebut ilegal dan merusak lingkungan.
Baca Juga: Sedih, Ekspor Sawit Indonesia Turun 39 Persen, Uni Eropa Masih Jadi Ganjalan
Hingga 2025, Satuan Tugas Penegakan Hukum Indonesia telah melaporkan 35 kasus pembakaran hutan dan lahan di Riau, dengan 44 orang telah ditetapkan sebagai tersangka.***
Artikel Terkait
Bahlil Tegaskan Legalitas Sumur Minyak Rakyat Hanya Berlaku yang Sudah Beroperasi
Minyak Tawon Mendunia berkat Unggahan Model Victoria Secret
Kejagung Mau Ubek-ubek Singapura, Cari Sudagar Minyak Riza Chalid sampai Dapat!
Riza Chalid di Singapura, Kejagung Bakal Jemput Paksa Si Raja Minyak yang Diduga Rugikan Negara Rp285 T