• Senin, 22 Desember 2025

Suhu Semakin Dingin, BMKG: Bukan karena Aphelion tapi Masuk Musim Kemarau

Photo Author
- Kamis, 10 Juli 2025 | 12:10 WIB
BMKG tegaskan suhu dingin saat ini bukan karena fenomena aphelion (Foto: pexels/@Kaboompics.com)
BMKG tegaskan suhu dingin saat ini bukan karena fenomena aphelion (Foto: pexels/@Kaboompics.com)

KONTEKS.CO.ID - Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah selatan khatulistiwa seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, merasakan suhu yang lebih dingin dari biasanya.

Meski banyak yang mengaitkannya dengan fenomena aphelion, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan bahwa hal tersebut tidak berkaitan langsung dengan fenomena astronomi tahunan itu.

Sebagai informasi, aphelion adalah momen ketika Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari dalam orbitnya.

Baca Juga: Dahlan Iskan Jadi Tersangka, Eks Menteri BUMN Terseret Dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat dan Penggelapan

Biasanya, peristiwa ini terjadi pada bulan Juli setiap tahun. Namun, BMKG menegaskan bahwa aphelion tidak berdampak signifikan pada suhu udara di permukaan Bumi.

BMKG menjelaskan bahwa penurunan suhu ini lebih disebabkan oleh pergantian musim, bukan aphelion.

Berikut beberapa faktor utama yang menyebabkan hawa dingin terasa lebih nyata belakangan ini:

Baca Juga: KPK Sita Aset Tersangka Korupsi BPR Jepara Senilai 60 Miliar di Yogyakarta dan Klaten

  1. Musim Kemarau dan Angin Monsun Australia
    Indonesia kini mulai memasuki musim kemarau, yang ditandai dengan angin timuran dari Australia.
    Angin ini bersifat kering dan dingin, dan kerap mendominasi wilayah selatan Indonesia saat pertengahan tahun.

  2. Langit Cerah Mempercepat Pendinginan
    Minimnya tutupan awan menyebabkan langit lebih cerah di malam hari. Kondisi ini mempercepat pelepasan panas dari permukaan bumi ke atmosfer, membuat suhu turun drastis pada malam hingga dini hari.

  3. Hujan yang Masih Turun di Beberapa Wilayah
    Meskipun sedang musim kemarau, masih ada beberapa daerah yang diguyur hujan.
    Menurut BMKG, hujan ini membawa massa udara dingin dari atas awan ke permukaan dan menghalangi sinar matahari untuk memanaskan daratan secara maksimal, yang menambah sensasi dingin.

Baca Juga: Cerita Dahlan Iskan soal Kronologi, Status Tersangka, Saham, dan Perseteruan dengan Jawa Pos

Menariknya, musim kemarau pada 2025 ini mengalami keterlambatan di sejumlah wilayah. Kepala BMKG menyampaikan bahwa hingga akhir Juni 2025, baru sekitar 30 persen wilayah zona musim yang beralih ke kemarau.

Padahal secara normal, sekitar 64 persen wilayah Indonesia biasanya sudah memasuki musim kemarau pada periode yang sama.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X