"Jangan menulis sejarah dengan pendekatan kekuasaan yang selektif dan berpihak. Jika itu yang terjadi, lebih baik hentikan saja proyek ini," ujarnya dalam pernyataan pers, Kamis 19 Juni 2025.
Kementerian Kebudayaan saat ini sedang menyusun kembali naskah sejarah Indonesia dan menargetkan penyelesaiannya pada Agustus 2025.
Namun, sejumlah kritik muncul setelah dalam draf kerangka konsep, beberapa catatan pelanggaran HAM berat tampak diabaikan.
Baca Juga: Pemain Liverpool Diogo Jota Meninggal Dunia
Profesor Harry Truman Simanjuntak, arkeolog senior dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, memilih mundur dari tim penyusun karena menemukan kejanggalan serius dalam prosesnya.
Dalam diskusi daring pada Rabu, 18 Juni 2025, Truman secara terbuka membeberkan alasan pengunduran dirinya dan menyoroti risiko distorsi sejarah jika kejanggalan-kejanggalan ini dibiarkan.
Terlalu Singkat dan Terburu-buru
Menurut Truman, proyek penulisan ulang SNI ditargetkan selesai pada Juni 2025, padahal rapat awal baru dimulai akhir November 2024.
Ia menilai waktu tersebut tidak realistis. Sebagai perbandingan, penulisan buku “Indonesia dalam Arus Sejarah” memakan waktu 10 tahun.
Baca Juga: Dipanggil Soal Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Masih Tunggu Kehadiran Roy Suryo
Truman mempertanyakan kredibilitas hasil yang bisa dihasilkan dari waktu penyusunan yang sangat singkat.
Konsepsi Ditentukan oleh Penguasa, Bukan Sejarawan
Kejanggalan berikutnya adalah konsepsi dasar buku disusun oleh editor umum berdasarkan arahan pemerintah, bukan hasil diskusi akademik terbuka.
Menurutnya, penyusunan buku sejarah seharusnya diawali dengan seminar nasional dan masukan dari para ahli, bukan hanya melalui dua-tiga kali rapat terbatas.***
Artikel Terkait
Fakta Pemerkosaan Massal Mei 1998 yang Disangkal Fadli Zon, Ita Fatia Nadia: Keponakan Teman Habibie Jadi Korban
Jejak 'Korupsi Sejarah' Nugroho Notosusanto di Era Orde Baru, Fadli Zon Mengikuti?
Fadli Zon Ungkit Lagi Tragedi Mei 1998, Yakin Ada Rudapaksa Massal tapi Tak Terbukti
Komnas Perempuan Respons Fadli Zon Soal Rudapaksa Massal Tragedi Mei 1998, Singgung Prinsip HAM 'One Victim Is Too Many'
Fadli Zon Ngotot Soal Diksi 'Massal' Kasus Rudapaksa Mei 1998, Bandingkan Peristiwa di Nanjing dan Bosnia