Menurut Rocky, gelombang protes selama berbulan-bulan juga menjadi latar belakang terus menguatnya dorongan pemakzulan dari kalangan tertentu, termasuk dari kalangan purnawirawan TNI.
"Nama itu Fufufafa, ijazah palsu, paman siapa namanya, itu kan? Jadi di benak publik tertanam itu,” ujarnya.
Kata dia, ada kondisi psikologis publik yang berbentuk “psychological madness” yang patut diperhatikan oleh pemerintah.
Dia juga menilai, kabinet saat ini kehilangan kepekaan dalam menghadapi kondisi krisis, termasuk ketidakmampuan dalam mengelola keuangan negara secara efisien.
Baca Juga: Kondisi Global Tak Menentu, Menteri Maman Dorong Pengusaha UMKM Lakukan Diversifikasi Pasar
"Kan kabinet tiba-tiba jadi bego, karena nggak mampu lagi untuk merampok APBN yang diefisiensikan oleh presiden. Pragmatisme itu juga ada di kita tuh," ucapnya.
Rocky lantas menyinggung kapasitas personal seorang Wapres Gibran sebagai pemimpin nasional.
“Kemampuan Gibran adalah membagi-bagi skincare. Soalnya, kenapa dia nggak pakai sendiri? Tidak perlu. Yang dia butuh bukan skincare tapi brain care,” katanya.
Persoalan ini, kata dia, bukan hanya soal konstitusi tapi panggilan moral bagi seluruh elemen bangsa.
"Kita coba mendudukkan masalah ini sebagai moral call. Yang mungkin kalau masuk DPR, tukar tambah terjadi. Tetapi kalaupun batal dimakzulkan, memori publik sudah definitif, wah, kapasitas Gibran enggak cukup,” pungkasnya.***
Artikel Terkait
Saat Prabowo Sebut Nama Jokowi di Sidang Kabinet, Soal Ijazah Palsu Hingga 'Boneka' Ayah Gibran
Pemakzulan Gibran Sebagai Wapres Langkah Konstitusional yang Sah, Tapi Sulit Terwujud
Prabowo Duduk Berdampingan dengan Try Sutrisno yang Ingin Copot Gibran dari Jabatan Wapres
Halal Bilahalal Purnawirawan TNI Dihadiri 1.000 Orang, Cuma Wapres Gibran yang Tak Diundang
Mahfud MD: Makzulkan Wapres Gibran Secara Teoritis Bisa, tapi Praktiknya Sulit!