Bila revisi tetap dilakukan, Koalisi khawatirkan Indonesia dikenai sanksi oleh dunia internasional akibat tidak mematuhi komitmen-komitmen tersebut.
"Jika draf ini dipaksakan, Indonesia akan menghadapi konsekuensi serius di berbagai forum HAM PBB, termasuk sanksi diplomatik," ujar koalisi.
Revisi UU TNI juga akan mengembalikan praktik dwifungsi militer yang menjadi ciri represif dari era Orde Baru. Revisi UU TNI ini dinilai mengkhianati Reformasi 1998 dan justru akan memuluskan jalan bagi militerisme dan impunitas.
Baca Juga: Kontras dan Koalisi Masyarakat Sipil Protes RUU TNI, Gedor Ruang Rapat di Hotel Mewah
Adapun HRWG terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Arus Pelangi, Asosiasi LBH Apik Indonesia, Elsam, Gaya Nusantara, Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi, HuMa, Ikohi, ILRC, Imparsial, Infid, Institute for Ecosoc Rights, Jatam.
Kemudian Koalisi Perempuan Indonesia, LBH Banda Aceh, LBH Jakarta, LBH Pers, Migrant Care, Mitra Perempuan, PBHI, RPUK Aceh, SBMI, Setara Institute, SKPKC Papua, Solidaritas Perempuan, Turc, Walhi, Yappika, Yayasan Kalyanamitra, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Yayasan Pulih.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak DPR dan pemerintah untuk:
- Menghentikan pembahasan revisi UU TNI yang dinilai cacat prosedur dan bertentangan dengan rekomendasi CCPR serta UPR.
- Membentuk panitia independen untuk meninjau ulang draf revisi dengan melibatkan Komnas HAM, korban pelanggaran HAM, serta masyarakat sipil.
- Mendesak Komnas HAM dan Kementerian Hukum dan HAM agar memberikan tekanan kepada DPR untuk menolak revisi UU TNI yang bertentangan dengan standar HAM internasional.
- Koalisi menegaskan bahwa jika revisi ini tetap dipaksakan, Indonesia berisiko menghadapi konsekuensi serius di forum HAM internasional, termasuk kemungkinan sanksi diplomatik dan penurunan peringkat kebebasan sipil. Revisi UU TNI yang memberikan kewenangan lebih luas bagi militer tanpa akuntabilitas justru akan membawa Indonesia kembali ke era militerisme dan impunitas seperti masa Orde Baru.
Rekomendasi internasional, antaranya:
- Komite HAM PBB (2023): Menyerukan agar Indonesia mengakhiri impunitas militer, mengadili pelanggaran HAM di pengadilan sipil, serta menghentikan operasi militer yang berlebihan di Papua.
- UPR 2022: Merekomendasikan agar Indonesia menghapus bisnis militer dan membatasi peran TNI hanya dalam menghadapi ancaman eksternal.
- Pelapor Khusus PBB tentang Penyiksaan: Menyoroti praktik penyiksaan yang masih terjadi di wilayah konflik oleh aparat militer.***
Artikel Terkait
Kontroversi Rapat Revisi UU TNI di Hotel Mewah Saat Efisiensi Anggaran, Koalisi Masyarakat Sipil: Seperti Tak Punya Rasa Malu
Pelibatan TNI Tangani Narkoba Disebut Lebihi Kapasitas, Ini Tugasnya dalam OMSP
Pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont Belum Rampung, Berlanjut di DPR Pekan Depan
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto Mutasi dan Rotasi 86 Pati, Eks Kadispenad Jabat Kapuspen
Jadi Dirut Bulog, Mayjen Novi Helmy Prasetya Dimutasi Staf Khusus Panglima TNI