Sementara itu, aturan ini memicu pro-kontra. Perdana Menteri Anthony Albanese mendukung penuh UU ini, menekankan media sosial bisa menjadi sarang perundungan, tekanan teman sebaya, dan predator online.
Namun aktivis HAM dan Amnesty International menilai larangan ini bisa memaksa anak mencari cara sembunyi-sembunyi yang lebih berisiko.
Pengamat mengingatkan, pembatasan ini juga berdampak berbeda bagi remaja di daerah terpencil, minoritas, atau penyandang disabilitas yang mengandalkan komunitas online untuk dukungan.
Australia kini menjadi studi kasus dunia terkait kebijakan media sosial untuk remaja. Denmark dan Malaysia dikabarkan berencana menerapkan aturan serupa.***