Penghargaan ini diberikan dalam ajang Best Tourism Village yang diselenggarakan oleh badan resmi di bawah naungan PBB.
Prestasi Nglanggeran bukan hanya itu.
Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya pada 2017, desa ini juga menyabet gelar Desa Wisata Terbaik ASEAN berkat penerapan konsep Community Based Tourism (CBT)—pariwisata yang dikelola bersama oleh warga demi kesejahteraan komunitas lokal.
Daya Tarik yang Tak Bisa Diabaikan
Nglanggeran memang bukan desa biasa.
Terletak sekitar 25 kilometer dari pusat Kota Yogyakarta, desa ini menyimpan banyak daya tarik yang sulit untuk diabaikan.
Salah satu ikon utamanya adalah Gunung Api Purba Nglanggeran, formasi geologi unik yang menjadi bagian dari Geosite Gunung Sewu dalam jaringan UNESCO Global Geopark Network.
Baca Juga: Mendagri Didesak Kaji Ulang Perubahan Status 4 Pulau di Aceh, Harus Libatkan DPR dan DPD
Selain lanskap alamnya yang eksotis, Nglanggeran juga unggul dalam hal kesiapan wisata.
Bayangkan, ada sekitar 80 homestay yang siap menampung pengunjung.
Ini bukan sekadar tempat menginap, tapi juga kesempatan bagi wisatawan untuk benar-benar merasakan hidup di tengah nuansa pedesaan yang asri, sejuk, dan penuh keramahan.
Dari Sepi Jadi Sorotan Dunia
Baca Juga: 10 Mobil Listrik Terlaris di Bulan Mei 2025, Merek China Mendominasi!
Kisah Nglanggeran membuktikan bahwa dari pelosok yang sederhana pun, cahaya bisa menembus dunia.
Gunungkidul mungkin menjadi daerah paling sepi di Yogyakarta dari sisi jumlah penduduk, tapi justru dari kesepiannya itu tumbuh semangat dan inovasi warga dalam mengelola pariwisata berbasis kearifan lokal.
Bukan tidak mungkin ke depannya lebih banyak desa dari wilayah “tersepi” ini yang mengikuti jejak Nglanggeran.