kontekstory

Ruud Gullit Si Bunga Tulip Hitam, Kisah Pesepakbola Paling Komplit Sepanjang Masa

Rabu, 6 Desember 2023 | 08:00 WIB
Ruud Gullit belia bersama legenda sepak bola Belanda Johan Cruyff di akhir 1970-an. (Foto: tumblr.com)

KONTEKS.CO.ID - Ruud Gullit adalah nama yang mengisi setiap sudut lapangan dan halaman koran di era 1980-1990an. Pencinta sepak bola bahkan menyebutnya sebagai pemain super komplit yang pernah ada. Dari enam klub yang ia bela, Gullit selalu berhasil memberikan kenangan indah.

Pesepakbola yang konon memiliki darah Maluku dari kakeknya ini bisa menempati berbagai posisi di lapangan hijau. Kendati kerap berada di lini tengah, Ruud Gullit juga bisa sedikit mundur ke belakang untuk membantu peran para pemain bertahan. Ketika tim membutuhkannya dalam hal menyerang, itu jelas menjadi santapan favoritnya.

Ruud Gullit memiliki kekuatan fisik yang amat menakjubkan. Meski bertubuh besar, ia punya keseimbangan tubuh yang sangat baik. Kemampuan heading-nya pun tak diragukan karena sejumlah gol ia lesakkan melalui sundulan kepala.

Baca Juga: Nestapa The Sin Nio, Mulan Versi Indonesia yang Jadi Gelandangan di Akhir Hidupnya

Ketika tengah menguasai bola, Gullit tak segan untuk membuat lawan 'menderita'. Persis seperti ucapan legenda Manchester United George Best, Gullit tahu betul apa yang harus dilakukan dengan bola.

Pria kelahiran Amsterdam, 1 September 1962 ini tak pernah takut untuk memainkan si kulit bundar, bahkan dalam posisi tertekan sekalipun.

Pendek kata, sosok berjuluk bunga tulip hitam ini telah menyebarkan aroma sedap di seluruh Eropa hingga dunia melalui skill sepak bolanya. Namanya bahkan disejajarkan dengan sang dewa sepak bola kala itu, Diego Armando Maradona.

Baca Juga: Sejarah Rumah Sriwijaya: Monumen Keteguhan Hati Bu Fat yang Menjadi Cagar Budaya

-
Ruud Gullit (berdiri, keempat dari kiri) remaja belasan tahun saat masih berlatih di klub HFC Haarlem. (Foto: nrcnl)

Ruud Gullit, Generasi Kedua Imigran Suriname

Ruud Gullit, juga kompatriotnya Frank Rijkaard, sama-sama mempunyai ayah yang berasal dari Suriname, negara bekas jajahan belanda. Bahkan ayah Ruud dan Rijkaard bermigrasi ke Belanda secara bersamaan.

Ayah Ruud Gullit, George, juga pernah menjadi striker hebat di klub Transvaal. Sementara ayah Frank Rijkaard, Herman, mengawali karier profesionalnya di klub Robin Hood. Kedua klub tersebut adalah dua klub papan atas Suriname.

Namun setelah mendarat di Belanda, George dan Herman mengambil jalan berbeda. Herman masih menekuni dunia sepak bola, sedangkan George memilih untuk fokus menempuh pendidikan formal di sebuah universitas terkemuka di Amsterdam. Di sana ia belajar ekonomi dan akhirnya menjadi guru di bidang ilmu yang sama.

Baca Juga: Tradisi Mudik Ada Sejak Era Majapahit, Awalnya Tidak Terkait Idul Fitri

Selain sama-sama pernah menjadi pemain sepak bola di negara asalnya, ada beberapa lagi kesamaan George dan Herman. Pertama, putra mereka sama-sama lahir dari rahim seorang ibu asli Belanda. Ruud dan Rijkaard juga lahir bersamaan di September 1962, dan kemudian sama-sama menjadi pesepakbola terkenal di dunia.

Dalam wawancara dengan These Football Themes, Ruud mengaku ayahnya adalah bagian dari generasi kulit hitam pertama yang datang dari Suriname ke Belanda. Jadi, di sekolah, ia adalah salah satu dari sedikit anak kulit hitam.

Sedangkan di klub sepak bolanya saat kecil, Ruud pun menjadi satu-satunya pemain berkulit hitam di tim.

Baca Juga: Mitos Babi Ngepet, Pesugihan Modern yang Lahir dari Kecemburuan Sosial

"Satu-satunya hal yang saya pikirkan adalah 'lihat, saya berdiri di sini, jadi saya harus tampil baik karena mereka akan melihat saya'. Jika ada satu anak laki-laki dalam tim, mereka akan melihat anak laki-laki tersebut dan Anda harus menjadi baik. Jadi saya tahu saya diperhatikan dan perlu melakukan lebih,” ujar Gullit.

-
Kartu anggota Ruud Gullit sebagai di Meerboys, klub sepak bola pertamanya.

Bakat Alami Mengantarkan Gullit Berpindah Klub

Sedari kecil Ruud Gullit suka bermain sepak bola. Pria yang sejak kecil hingga remaja memakai nama lahir Rudi Dil ini bermain bola hampir setiap hari. tidak peduli di lapangan berumput atau jalan raya, di mana saja, kapan saja, ia bermain sepak bola.

Setiap kali bermain, ia akan selalu berupaya main bagus. Ruudtje, begitu sapaan akrabnya, mahir menguasai si kulit bundar dan tahu betul bagaimana cara memanfaatkan bakat alaminya.

Baca Juga: Misteri Kematian Tragis Ditje Budiarsih, Peragawati Cantik Keturunan Bangsawan yang Tak Pernah Terungkap

Ia sendiri tidak menyangka banyak orang yang kemudian menyukai dan mengidolakannya. "Semua terjadi begitu saja", katanya.

Saat berusia lima tahun, tepatnya tahun 1967, bakat ajaibnya yang kelewat andal itu membawanya bergabung dengan klub Meerboys. Ia kemudian pindah ke HFC Haarlem dan masuk ke skuad utama pada 1979. Saat itu ia baru berusia 16 tahun.

Tiga tahun kemudian Ruud masuk ke Timnas Belanda. Kehebatannya pun tercium oleh sejumlah klub raksasa Belanda yang kemudian 'menggilir' jasanya seperti Feyenoord dan PSV Eindhoven.

Baca Juga: Mengenal John D Arnold, Penyuka Matematika yang Jadi Legenda Trader AS di Usia Belia

-
Ruud Gullit saat oertama kali mengenakan seragam Timnas Belanda saat berusai 19 tahun. (Foto: footballmakeshistory.eu)

Pada 1982 Ruud bergabung dengan Feyenoord dan berkembang bersama tim idolanya sejak kecil. Tiga tahun kemdian ia pindah ke PSV Eindhoven dan menjadi sosok yang lebih fenomenal lagi. Selama dua tahun di PSV Eindhoven, Gullit selalu tampil cerdas, cepat, kuat, berani, terampil, dan juga tak kena lelah.

Dari enam kali berpindah klub, puncak penampilan Ruud tentu bersama AC Milan. Bersama Frank Rijkaard dan Marco van Basten di AC Milan, trio maut itu meraih segalanya: popularitas maupun gelar. Sayangnya, cedera lutut membuatnya harus tersingkir dan pindah ke Sampdoria. Ia kemudian pindah lagi ke Chelsea di pengujung karier profesionalnya.

Dari Trofi ke Trofi

Tidak sekadar bermain bagus, Ruud Gullit adalah contoh pesepakbola yang selalu bisa memberikan kenangan manis berupa piala di setiap klub yang dibelanya, kecuali di HFC Harleem.

Baca Juga: Syarifah Nawawi, Kasih Tak Sampai Tan Malaka Sang Bapak Republik

Meski tidak meberikan gelar apapun di Harleem, sumbangsih besar Gullit adalah membawa klub itu  mampu bersaing dengan klub Belanda lainnya. Harleem bahkan terhindar dari degradasi. Dari 91 kali penampilannya bersama Harleem, Gullit bisa melesakkan 32 gol. Jumlah yang tinggi untuk seorang pemain tengah.

Tiga tahun bermain untuk Feyenoord, Gullit sukses memboyong gelar juara Eredivisie di musim 1983-1984 serta juara Piala Belanda pada 1984. Pun di PSV Eindhoven, Ruud sukses mempersembahkan dua gelar Eredivisie dua musim beruntun sekaligus pemain terbaik di Belanda dan di Eropa.

Merasa kariernya bakal mentok jika tetap di Belanda, Gullit pun mencari tantangan baru di saat banyak klub Eropa yang memang tergiur kepadanya.

Baca Juga: Syarifah Nawawi, Kasih Tak Sampai Tan Malaka Sang Bapak Republik 

Pilihannya jatuh ke klub Italia AC Milan. Dari sinilah popularitasnya kinclong sebagai pemain paling fenomenal di dunia. Ruud tiba di kota mode itu pada 1987 dengan mahar 7 juta Poundsterling sekaligus memecahkan rekor tranfer pemain di tahun itu.

Pemilik AC Milan yang kemuidian menjadi PM Italia, Silvio Berlusconi, dengan enteng menyebut kehadiran Gullit akan segera mengubah sejarah AC Milan. Benar saja, di musim pertamanya di klub, Gullit berhasil memenangkan gelar Seri A.

Lebih mencengangkan lagi, ia berhasil menggondol penghargaan Ballon d'Or (pemain terbaik dunia) pada 1987 dan diulanginya pada 1989. Padahal di tahun sebelumnya Ruud cuma menempati posisi ke-17. Hebatnya, Gullit mengungguli nama-nama besar seperti Paulo futre yang baru saja membawa FC Porto meraih gelar Liga Champions Eropa. Pemain legendaris Real Madrid Emilio Butragueno pun terlibas meski berhasil membawa klubnya menjuarai La Liga.

Baca Juga: Kisah Kelam Isaac Newton, Jenius Sains yang Pernah Gagal dalam Investasi Saham

-
Ruud Gullit mengangkat piala Euro 1988, gelar internasional pertama dan satu-satunya yang diraih timnas Belanda. (Foto: koora)

Setahun setelahnya, Gullit juga menjadi aktor kunci keberhasilan timnas Belanda di ajang Euro 1988. Bersama dengan Marco van Basten dan Frank Rijkaard, Gullit  memboyong trofi internasional pertama dan satu-satunya hingga sekarang buat timnas Belanda.

Mengerek dan Dibuang Tim Terbaik Dunia

Kegemilangan Gullit terus berlanjut. Total ia mengoleksi tujuh trofi bersama AC Milan. Di Seri A, Milan menjadi kampiun tiga kali di musim 1987-1988, 1991-1992, dan 1992-1993.

-
Ruud Gullit m,engangkat trofi Champions bersama AC Milan. (Foto: Empics/Getty Image)

Sementara di level Eropa, gelar Champions Eropa musim 1988-1989 dan 1989-1990 dan satu Piala Super Eropa ia bawa ke lemari piala AC Milan. Gullit membawa AC Milan menguasai Eropa untuk pertama kalinya setelah 20 tahun lamanya. Di tahun yang sama ia juga membawa AC Milan ke titik tertinggi menjadi klub terbaik dunia setelah menjuarai Piala Toyota.

Halaman:

Tags

Terkini