KONTEKS.CO.ID – Kisah nestapa Sengkon dan Karta , warga Bekasi yang harus merasakan penjara kendati tidak bersalah di era rezim represif Orde Baru (Orba) ada di dalam artikel berikut ini.
Kisah nestapa Sengkon dan Karta, warga Bekasi yang dipenjara tanpa salah hingga membuat keluarga mereka berantakan menarik disimak sebagai salah satu potret bobroknya peradilan di Indonesia pada zaman Orba.
Kisah ini berawal dari sebuah peristiwa perampokan dan pembunuhan yang menimpa pasangan suami-istri Sulaiman dan Siti Haya di Desa Bojongsari, Kecamatan Kedungwaringin, Bekasi, pada 1974.
Polisi langsung mencokok Sengkon dan Karta dan menetapkan keduanya sebagai tersangka pembunuhan. Penyebabnya sepele, yaitu gumaman terakhir Siti Haya yang sebelum mengembuskan bafas terakhir menyebutkan nama Sengkon.
Sengkon dan Karta tentu saja menolak tuduhan tersebut. Mereka menolak menandatangani berita acara pemeriksaan.
Namun lantaran tak tahan mendapat siksaan selama proses penyidikan, keduanya lalu menyerah. Mereka akhirnya mengakui perampokan dan pembunuhan pasangan tersebut.
Baca Juga: Kisah Kelam Isaac Newton, Jenius Sains yang Pernah Gagal dalam Investasi Saham
Hakim Djurnetty Soetrisno kemudian memberikan putusan persidangan hanya berdasarkan satu alat bukti, yakni pengakuan mereka.
Pelaku Muncul Setelah Vonis
Pada Oktober 1977, pengadilan memvonis Sengkon divonis 12 tahun penjara, sedangkan Karta menerima vonis tujuh tahun. Pengadilan Tinggi Jawa Barat menguatkan putusan itu.
Sengkon dan Karta masuk penjara. Dalam dinginnya tembok penjara itulah mereka bertemu seorang penghuni penjara lain bernama Genul.
Baca Juga: Pembunuhan Johnny Mangi, Petrus, dan Teror Dahsyat Orde Baru ke Pers Indonesia
Genul merupakan keponakan Sengkon. Genul terlebih dahulu merasakan dinginnya lantai penjara kibat kasus pencurian.
Di dalam penjara itulah rahasia terkuak. Genul mengakui bahwa ia adalah pelaku pembunuhan Sulaiman dan Siti.