kontekstory

Cerita Awal Tan Ek Tjoan: Asimilasi Lewat Setangkup Roti (2)

Sabtu, 22 Oktober 2022 | 13:00 WIB
Toko roti Tan Ek Tjoan Bogor milik Lidya Elia. (Foto: Facebook Tan Ek Tjoan Bakery Bogor)

Di era itu, Tan Kim mulai menggunakan jasa pedagang gerobak sebagai ujung tombak pemasaran, hingga kini.

Saat Tan Kim meninggal pada 2007, usaha roti legendaris sempat nyaris bangkrut. Dua anak Tan Kim tidak tertarik menggeluti bisnis roti. Alexandra sempat mengelolanya sebentar, namun tidak bertahan lama.

Pada tahun 2010, Alexandra lalu meminta teman masa kecilnya, Josey dan Kennedy untuk melanjutkan perusahaan roti Tan Ek Tjoan yang berada di Jakarta.

Baca Juga: Semarak Lebaran di Era Kolonial Pernah Jadi Silang Sengketa Elite Belanda, Ini Penyebabnya

Sementara itu, Tan Bok Nio mewarisi bisnis roti ini ke putri bungsunya, Lydia. Pada tahun 1985, Bok Nio meminta Lydia untuk melanjutkan usaha roti Tan Ek Tjoan Bogor. Sama dengan toko di Jakarta, toko di Bogor pun telah pindah dari Jalan Suryakencana ke kawasan Siliwangi.


-
Roti Tan Ek Tjoan Bogor yang dijajakan dengan gerobak sepeda. (Foto: Facebook Lydia Elia)

Terlibat Gerakan Asimilasi

Saat membuka toko di Tamansari itulah, Tan Ek Tjoan ikut berperan dalam gerakan asimilasi. Jakarta saat itu mulai marak dengan perumahan kluster berdasarkan etnis. Misalnya, keturunan China tinggal di daerah Pecinan Glodok, warga Belanda dan sebagian pribumi tinggal kawasan Cikini dan sekitarnya. Sedangkan keturunan Arab kebanyakan tinggal di daerah Pekojan.

Selain itu, kesenjangan sosial antara warga Belanda yang kaya dengan warga pribumi yang miskin kian menganga. Tan Ek Tjoan yang tidak puas atas kondisi itu berinisiatif merangkul warga pribumi dengan menjadikan mereka pedagang roti hasil produksinya.

Baca Juga: Semarak Lebaran di Era Kolonial Pernah Jadi Silang Sengketa Elite Belanda, Ini Penyebabnya

Para pribumi yang berdagang roti menualnya kepada orang–orang Belanda yang berada di sekitar Cikini dan kemudian berkembang hingga ke wilayah pinggiran Jakarta.

Di zaman itu, konsep bisnis Tan Ek Tjoan sangat menarik. Orang Belanda di kawasan Cikini tetap bisa menikmati roti sebagai makanan pokok sehari–hari, warga pribumi mendapat penghasilan dari keuntungan menjual roti.

Melalui roti dan konsep bisnis a la Tan Ek Tjoan, sentimen primordial antaretnis menjadi berkurang.

Baca Juga: Tradisi Mudik Ada Sejak Era Majapahit, Awalnya Tidak Terkait Idul Fitri

Yin-Yang

Sebagai seorang keturunan Tionghoa, Tan Ek Tjoan memakai filosofi Yin–Yang (keseimbangan).

Dua jenis roti produksi Tan Ek Tjoan yang paling popular adalah Roti Gambang dan Roti Bimbam. Roti Gambang yang bertekstur keras melambangkan unsur “Yin“, sedangkan Roti Bimbam yang lembut melambangkan unsur “Yang“. Perpaduan serasi sebagai teman minum teh atau kopi.

Halaman:

Tags

Terkini