“Tanah Jawa ini bukan tanah yang gelap. Tuhan sudah lama menanamkan tanda tanda kasihNya di sini,” ujar Kiai Ibrahim Tunggul Wulung kepada para pengikutnya, seperti dituturkan dalam catatan lisan komunitas Kristen Jawa di kawasan Muria, Jawa Tengah.
Peningkatan Desa Kristen Meningkat Resahkan Kolonial
Dari Mojowarno, Ibrahim Tunggul Wulung terus bergerak mengabarkan Injil ke Pelar, Dimoro, Jenggrik, Jungo, hingga kawasan Muria. Ia mendirikan komunitas Kristen pribumi yang mandiri, tanpa kontrol langsung zendeling Eropa.
Baca Juga: Rahasia Bisnis Teh Botol Sosro: Cicip Rasa, Promosi, dan Tak Pelit Bagi Rejeki ke Pelanggan
Di Bondo, Banyutowo, dan Tegalombo, lahir sejumlah desa Kristen baru. Jumlah pengikutnya mencapai lebih dari seribu orang, melampaui hasil misi resmi Belanda di wilayah yang sama.
Hal ini membuat pemerintah kolonial resah. Seorang Jawa, menginjili sesama pribumi, tanpa izin, tanpa dana, dan tanpa tunduk pada batas wilayah misi.
Laporan Residen Jepara mencatat kegelisahan tersebut. “Ada penyebaran agama Kristen yang tidak berada di bawah pengawasan zendeling Eropa,” tulis laporan itu.
Namun bagi masyarakat, kehadiran Kiai Ibrahim justru membawa harapan baru. Desa-desa yang ia dirikan menjadi ruang aman bagi mereka yang terpinggirkan.
Seorang anggota Java Comite pun menulis, "Walau usianya telah lanjut, ia berjalan kaki dari desa ke desa demi bangsanya, tanpa menerima bantuan keuangan dari siapa pun.”
Dianggap Mistis, Tapi Dicintai Rakyat
Sebagian zendeling Barat menilai ajaran Ibrahim Tunggul Wulung terlalu sinkretis. Jan S Aritonang mencatat bahwa Injil versi Tunggul Wulung dianggap esoteris dan bercampur mistik Jawa.
Namun, Jellesma justru melihatnya berbeda. Ia memahami bahwa iman Kristen di Jawa tidak bisa dilepaskan dari konteks budaya lokal.
Perawakan Tunggul Wulung yang karismatik, tutur kata lembut, dan sikap kebapakan membuatnya dihormati layaknya kiai. Ia bukan sekadar penginjil, tetapi pemimpin moral.
Baca Juga: Vespa Kongo, Jejak Keberanian Pasukan Garuda di Jalan Perdamaian Dunia
Mewariskan Api ke Kiai Sadrach
Salah satu pertemuan pentingnya terjadi di Bondo, saat ia bertemu Radin Abas, seorang santri pengembara. Kelak, Radin Abas dikenal sebagai Kiai Sadrach, tokoh besar Kristen Jawa.
Pertemuan ini menjadi mata rantai penting dalam sejarah kekristenan pribumi Jawa. Alih-alih padam, api yang dinyalakan Ibrahim Tunggul Wulung semakin menjalar. Belakangan pekabaran Injil Kiai Sadrach semakin mengakar di wilayah Jaa Timur sejak ia menetap di Mojowarno, Jombang