kontekstory

Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, Ulama Penginjil yang Memperluas Arah Sejarah Kekristenan Jawa

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB
Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, penggali Kristen Jawa. (YouTube Nugroho Triko Pramono, Majalah Intisari - Edisi 711)

KONTEKS.CO.ID - Mei 1853 menjadi titik balik dalam sejarah kekristenan di Pulau Jawa.

Di Desa Mojowarno, Kabupaten Jombang, seorang zendeling asal Belanda bernama Jelle Eeljest Jellesma bertemu dengan sosok paruh baya berwajah tegas yang kelak dikenal sebagai Tunggul Wulung.

Pertemuan itu tampak sederhana, hanya pemberian sebuah Alkitab.

Namun, dari situlah lahir perubahan besar yang pelan tapi menghantam tatanan sosial keagamaan di Pulau Jawa sekaligus menggoyang pendekatan kekristenan versi penguasa kolonial.

Baca Juga: Ali Sadikin, Jenderal Marinir Bintang 4 Pertama di Indonesia: Arsitek Korps Marinir, Arsitek Pembangunan Jakarta yang Dicerca Ulama Gegara Judi

Pria itu kelak dibaptis dengan nama Ibrahim. Sejak saat itu, Ibrahim Tunggul Wulung tidak hanya menjadi pengikut Injil, tetapi juga pembawa tafsir lokal tentang Kristus yang berbicara langsung kepada batin masyarakat Jawa.

“Dia belajar dengan kesungguhan yang luar biasa. Pertanyaannya tajam dan reflektif,” tulis Jelle Eeljest Jellesma dalam salah satu catatannya.

Dari Ngabdullah ke Tunggul Wulung

Nama aslinya adalah Ngabdullah. Ia lahir di wilayah Kawedanan Juwana dekat Jepara, Jawa Tengah. Dalam laporan Residen Jepara, Ngabdullah muda dikenal sebagai petani biasa.

Baca Juga: Ledakan SMAN 72, Natural Selection, dan Ide Kekerasan Tanpa Motif yang Menular dari Eric Harris dan Dylan Klebold

Hidupnya berubah saat sistem tanam paksa atau cultuurstelsel menyebabkan ekonomi Jepara terpuruk pada 1840.

Tekanan hidup mendorongnya merantau ke Kediri. Di lereng Gunung Kelud, Ngabdullah memilih jalan sunyi sebagai pertapa.

Di sanalah ia mengganti nama menjadi Tunggul Wulung, nama yang lekat dengan mitologi Jawa sebagai tokoh sakti pada masa Kerajaan Kediri.

Dalam Serat Babad Kadhiri, Tunggul Wulung dikenal sebagai figur penjaga moral, simbol keteguhan, dan pengawas kejahatan.

Baca Juga: Sejarah Gelombang Aksi Massa Jalanan, dari Revolusi Eropa Mikhail Bakunin hingga Kerusuhan di Indonesia

Halaman:

Tags

Terkini