KONTEKS.CO.ID - Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang ikut menyeret PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) kembali mencuat terkait isu penjualan sahamnya di tahun 2002.
Sebab, hal itu dianggap menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Penjualan 51 persen saham BCA saat itu dinilai merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp87,99 triliun.
Baca Juga: Minyak Sawit Indonesia Jadi Preseden Tarif Dagang Nol Persen di AS
Mendiang Kwik Kian Gie yang pernah menjabat sebagai mantan Menko Ekuin di era Presiden Abdurrahman Wahid pernah menulis, BCA ketika krisis moneter 1997 mendapat suntikan BLBI sebesar Rp31,99 triliun.
Disebutkan, dana ini masuk untuk meredam rush yang melanda bank swasta terbesar Indonesia tersebut.
Kemudian, sebagai gantinya pemerintah menyita saham-saham BCA dari keluarga Salim.
Baca Juga: Jadwal Kualifikasi Piala Asia U-23 2026: Tiket Dijual Mulai Besok
BCA lantas mencicil utang pokok Rp8 triliun serta bunga Rp8,3 triliun, sisa kewajiban BLBI yang harus ditanggung masih mencapai Rp23,99 triliun.
Tapi, pemerintah juga menambah modal dengan menyuntikkan Obligasi Rekapitalisasi Perbankan senilai Rp60 triliun.
Saat itu, laba bersih BCA sudah sekitar Rp4 triliun sehingga total uang negara yang tertanam di dalam BCA mencapai Rp87,99 triliun.
Baca Juga: Tere Liye Kritik Tunjangan Pajak BUMN: Saatnya Semua Pegawai Bayar Pajak Sendiri
Namun, saham mayoritas BCA kemudian dijual ke investor asing Farallon seharga Rp10 triliun.
Artikel Terkait
Sasmito Hadinagoro Desak Pemerintah Hentikan Subsidi Rekap BCA dan Usut Skandal BLBI
Didesak Usut Kasus BLBI-BCA, KPK Sempat Sidik Korupsi Keberatan Pajak BCA
Dicuekin KPK, Ekonom Senior Desak Prabowo Bongkar Skandal BLBI dan Penjualan Saham BCA
BLBI dan Saham BCA, Negara Rugi Rp87,99 T, DPR Penasaran: Pengusutan Ulang Harus Dilakukan!
Pengamat: BCA Penikmat Terbesar BLBI, Publik Berhak Tahu Kebenarannya