KONTEKS.CO.ID - Peneliti Center for Islamic Studies in Finance, Economic and Development (CISFED) Farouk Abdullah Alwyni menyebut tren pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi sepekan ini menunjukan fundamental ekonomi Indonesia masih kurang stabil.
Diperlukan sejumlah strategi oleh Pemerintah agar segera membuat kebijakan ekonomi komprehensif guna menghindari dampak negatif yang lebih parah.
“Pemerintah perlu membuat kebijakan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang untuk menghadapi pelemahan rupiah sekaligus untuk membangun nilai tukar rupiah yang kuat,” kata Farouk Abdullah dalam keterangan pada Rabu, 9 April 2025.
Baca Juga: Bertemu 2 Jam, Presiden Prabowo Curhat Soal Tarif Trump ke Megawati
Sementara untuk jangka pendek bisa menggunakan instrumen moneter dengan meningkatkan BI rate. Peningkatan BI rate akan menarik peningkatan simpanan di mata uang rupiah atau pembelian obligasi-obligasi dengan denominasi rupiah.
Mantan Senior Officer Islamic Development Bank ini menambahkan, untuk jangka menengah dan panjang, Indonesia perlu menciptakan iklim yang kondusif untuk berinvestasi, peningkatan kapasitas industri berorientasi ekspor, maupun meningkatkan daya tarik wisata dalam negeri yang lebih baik dalam kerangka meningkatkan jumlah turis ke Indonesia.
Menurut Farouk, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif, yaitu kondisi birokrasi yang melayani, regulasi yang tidak mempersulit bisnis, pemberantasan korupsi, serta menciptakan kesetaraan atau kepastian hukum kepada segenap pihak.
Baca Juga: Harga dan Cara Beli Tiket Persija Vs Persebaya di Stadion GBK, Sabtu Akhir Pekan Nanti
Sementara untuk pengembangan industri berorientasi ekspor, selain poin-poin yang disebutkan sebelumnya, Indonesia harus memberikan insentif dan dukungan kepada industri berorientasi ekspor, seperti dilakukan China terhadap industri dalam negerinya.
“Begitu juga dengan pengembangan wisata dalam negeri, Pemerintah harus lebih pro-aktif membangun ekosistem pariwisata yang lebih baik, dengan promosi yang lebih agresif di luar negeri,” jelas Wakil Rektor Universitas Binawan ini.
Farouk menyebut pelemahan nilai tukar saat ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal, seperti sentimen negatif terhadap kondisi politik, ekonomi, maupun sosial, dan kondisi eksternal seperti kebijakan perang tarif yang diluncurkan Amerika Serikat, serta juga berbagai hal terkait ketidakpastian ekonomi global.
Baca Juga: Info Gaji PNS Naik 16 Besar, BKN Beri Jawaban Begini
“Dalam konteks rupiah saat ini sepertinya ada beberapa faktor yang berkontribusi, pertama arus modal keluar yang ditandai dengan jatuhnya IHSG, di mana para investor luar negeri menjual saham yang ada di IDX, yang berarti mereka melepas rupiah dan membeli valas,” katanya.
Artikel Terkait
Israel Bekukan Pajak Palestina Rp16,5 Triliun, Warga Palestina Hadapi Krisis Ekonomi Akut!
Resesi Mengintai? Ini Kondisi Terkini Ekonomi Indonesia
AS Gerakkan Senjata Ekonomi Lagi, Siap Hantam Negara yang Impor Minyak Venezuela!
Dorong Hilirisasi Obat Herbal, Kementan dan BPOM Targetkan Sumbangan Rp300 Triliun ke Ekonomi
Ekonomi RI di Ujung Tanduk? Ada Anomali Jelang Lebaran 2025 Jadi Sinyal Bahaya