KONTEKS.CO.ID - Nama Zara Qairina tiba-tiba mencuat di jagat maya Malaysia sejak pertengahan Juli 2025.
Siswi Tingkatan Satu ini ditemukan tak sadarkan diri di dekat saluran pembuangan asrama SMKA Tun Datu Mustapha Limauan, Sabah, pada 16 Juli pukul 03.00 dini hari.
Zara sempat dirawat di RS Queen Elizabeth I, namun akhirnya meninggal dunia pada 17 Juli.
Kabar duka ini sontak menimbulkan gelombang simpati dan kemarahan publik. Banyak pihak menduga kematian Zara Qairina terkait dengan kasus perundungan.
Baca Juga: Misteri Kematian Zara Qairina: 195 Saksi Diperiksa, Isu Bullying, dan Sosok VIP Makin Panas
“Kami hanya ingin penyelidikan yang adil dan transparan,” ujar sang ibu, Noraidah Lamat, sambil menegaskan bahwa putrinya adalah satu-satunya anak yang ia miliki yang dilansir dari The Star pada Senin, 18 Agustus 2025.
Gelombang Solidaritas: Dari Sabah ke Pulau Pinang
Tagar #JusticeForZara kini terus bergema di media sosial dan jalanan. Ribuan orang hadir dalam himpunan solidaritas di berbagai daerah, mulai dari Sabah hingga Pulau Pinang.
Unggahan akun X @kongsiviralje pada 16 Agustus memperlihatkan lautan manusia di Kepala Batas, Pulau Pinang.
“Allahuakbar. Ribuan orang membanjiri Kepala Batas malam tadi bagi himpunan solidariti buat Zara Qairina. Jika sebelum ini solidariti dibuat di Sabah, kini bergema di sini,” tulis akun tersebut yang dilansir Senin, 18 Agustus 2025.
Baca Juga: Kasus Zara Qairina Buka Babak Baru: Polisi Senior di Malaysia Diduga Abaikan SOP Penyelidikan
Solidaritas ini menunjukkan bahwa kematian Zara Qairina bukan sekadar tragedi pribadi, tapi juga luka kolektif yang dirasakan banyak orang di Malaysia.
Spekulasi publik semakin menjadi-jadi setelah sebuah rekaman percakapan telepon antara Zara dan ibunya terungkap.
Dalam rekaman itu, Zara Qairina terdengar mengeluh kepada ibunya mengenai beberapa siswa senior di sekolahnya yang tidak senang dengannya dan kerap mengganggunya.