“Saya adalah orang yang gembira. Dan saya bebas. Dengan pekerjaan ini, saya sepenuhnya mandiri. Tidak ada yang memberi saya perintah. Itulah alasannya saya tetap melakukannya.”
Pria gesit berusia 72 tahun ini menjadi sosok akrab dan dicintai di lingkungan tersebut.
Ali Akbar lahir di Rawalpindi, Pakistan, dan berangkat menuju Eropa pada akhir 1960-an, pertama kali tiba di Amsterdam, tempat ia bekerja di kapal pesiar.
Pada 1972, kapalnya berlabuh di kota Rouen, Prancis, dan setahun kemudian ia pindah ke Paris. Ia mendapatkan izin tinggal pada 1980-an.
“Saya bukan hippie waktu itu, tapi saya kenal banyak hippie,” katanya tetap dengan tertawa khasnya.
Baca Juga: 15 Ribu Hektare Hutan di Prancis Hangus Terbakar, Terbesar dalam 80 Tahun Terakhir
“Ketika saya berada di Afghanistan dalam perjalanan ke Eropa, saya bergabung dengan sekelompok orang yang mencoba membuat saya mengisap ganja.”
“Saya bilang, maaf, tapi saya punya misi hidup, dan itu bukan untuk menghabiskan sebulan tidur di Kabul!”
Di Saint-Germain, yang dulu menjadi pusat intelektual, ia bertemu banyak selebritas dan penulis.
Elton John pernah membelikannya teh susu di Brasserie Lipp.
Baca Juga: Kanada segera Mengakui Palestina sebagai Negara, Susul Prancis dan Inggris
Saat menjual koran di depan Universitas Sciences-Po yang bergengsi, ia akrab dengan generasi demi generasi calon politisi, termasuk Presiden Macron.
Lalu, bagaimana perubahan kawasan Left Bank yang legendaris itu sejak ia pertama kali mengangkat Le Monde dan menjualnya dengan teriakan khas penjual koran (à la criée)?
“Atmosfernya sudah tidak sama,” ujarnya. “Dulu ada banyak penerbit dan penulis, juga aktor dan musisi. Tempat ini punya jiwa, tetapi sekarang hanya jadi kota turis. Jiwanya sudah hilang,” katanya.***