Ia kemudian melanjutkan pendidikan magister di Stanford University dan mendirikan Nvidia pada 1993.
Kini, Nvidia menjadi pemain utama dalam industri chip grafis dan AI, dengan kapitalisasi pasar yang menyaingi Apple dan Microsoft.
Baca Juga: DJ Panda Ngaku Ayah Biologis Bayinya, Erika Carlina: Ancaman, Bully, dan Fitnah
Namun, ketertarikan Huang terhadap fisika sebagai ilmu dasar menandakan perubahan cara pandang.
Ia menilai pemahaman terhadap hukum-hukum alam seperti inersia, gravitasi, dan sebab-akibat akan menjadi fondasi teknologi masa depan, terutama dalam bidang robotika dan sistem cerdas terintegrasi.
Ilmu fisika, menurut Huang, bukan sekadar mempelajari benda mati, melainkan dasar dari seluruh sistem mekanik dan elektronik yang kini semakin dipadukan dengan AI.
Baca Juga: Waspada! Microsoft dan FBI Keluarkan Peringatkan Serangan Siber Bidik Server Pebisnis dan Pemerintah
Dampak dan Respons
Pernyataan Huang memicu diskusi di berbagai forum pendidikan tinggi.
Beberapa pengamat menilai bahwa komentarnya bisa mendorong lebih banyak anak muda untuk kembali menekuni ilmu dasar seperti fisika, kimia, atau matematika, yang selama ini kalah pamor dari ilmu terapan seperti pemrograman atau data science.
“Ini sinyal kuat bahwa pemimpin industri menyadari pentingnya ilmu dasar dalam mengantisipasi disrupsi teknologi selanjutnya,” ujar Dr. Min Tao, profesor teknologi dari Tsinghua University.
Sementara itu, beberapa kalangan menilai pernyataan Huang sebagai refleksi pribadi yang tidak selalu bisa diterapkan secara umum.
“Tidak semua orang bisa jadi seperti Jensen Huang. Tapi pernyataan ini membuka wawasan bahwa ilmu dasar punya tempat penting di masa depan,” tulis salah satu kolumnis teknologi di Global Times.
Di tengah gegap gempita era AI generatif, Huang kini memimpin diskursus baru bahwa memahami dunia fisik bisa jadi kunci besar menuju lompatan teknologi selanjutnya.
Dan ironisnya, ia menyampaikan hal ini justru setelah mendominasi dunia dengan chip yang membentuk AI modern. ***