• Senin, 22 Desember 2025

China Terjebak 'Perang Saudara Ekonomi', Diskon Tak Lagi Jadi Solusi, tapi Masalah Baru

Photo Author
- Selasa, 22 Juli 2025 | 14:58 WIB
Mata uang China (unsplash.com)
Mata uang China (unsplash.com)

KONTEKS.CO.IDChina kini tengah terjebak dalam “perang saudara ekonomi” yang semakin panas.

Perang harga besar-besaran merajalela di hampir semua sektor mulai dari otomotif, layanan pengiriman makanan, e-commerce, hingga panel surya.

Alih-alih mendorong daya beli, fenomena ini justru mengancam stabilitas ekonomi, merugikan perusahaan, dan menciptakan ketidakpastian bagi konsumen.

Dengan latar belakang perlambatan ekonomi dan krisis properti yang belum usai, konsumen China kini menjadi sangat sensitif terhadap harga.

Di tengah tekanan itu, perusahaan berlomba menawarkan diskon dan insentif besar-besaran, menciptakan situasi pasar yang kompetitif ekstrem.

“Saat produsen bersaing makin sengit, kami sebagai pembeli diuntungkan,” ujar Li Kun, warga Beijing yang tengah mempertimbangkan membeli mobil listrik XPeng setelah mendengar adanya subsidi pemerintah. “Silakan saja bersaing terus!”

Baca Juga: Mandat B50 Indonesia Berpotensi Dongkrak Permintaan Sawit hingga 3 Juta Ton

Namun, bagi sebagian konsumen lainnya, situasi ini justru membingungkan. Penurunan harga yang terus terjadi membuat banyak pembeli ragu untuk mengambil keputusan.

“Yang bisa kita lakukan sebagai konsumen hanyalah menerima. Toh, beli lebih awal artinya nikmati lebih awal,” kata Yu Peng, warga Beijing lainnya.

Perang Harga, Perang Daya Tahan

Industri otomotif menjadi contoh paling mencolok dari tren ini. Perusahaan-perusahaan besar seperti BYD, XPeng, hingga Nio harus memangkas harga secara agresif demi mempertahankan pangsa pasar.

Hal serupa terjadi di sektor layanan pengantaran makanan dan e-commerce. Meituan, JD.com, dan Alibaba menawarkan diskon hingga bubble tea hanya beberapa sen demi menarik konsumen.

Analis otomotif dari Jato, Felipe Munoz, mengatakan pasar China telah terlalu jenuh.

“Bagi banyak produsen, satu-satunya cara bertahan dalam jangka pendek adalah menurunkan harga. Namun itu bukan strategi berkelanjutan,” ujarnya.

Di balik harga murah, ancaman tersembunyi mulai terlihat. Penurunan harga memaksa produsen menekan biaya produksi, sering kali dengan memangkas fitur keselamatan atau kualitas produk.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ari DP

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X