• Minggu, 21 Desember 2025

Langgar Etika, Mahkamah Konstitusi Berhentikan Sementara PM Thailand Paetongtarn Shinawatra

Photo Author
- Selasa, 1 Juli 2025 | 20:13 WIB
Paetongtarn Shinawatra diskors dari tugasnya sebagai PM Thailand oleh Mahkamah Konstitusi karena melanggar etika. ( X.com @am_tefara)
Paetongtarn Shinawatra diskors dari tugasnya sebagai PM Thailand oleh Mahkamah Konstitusi karena melanggar etika. ( X.com @am_tefara)


KONTEKS.CO.ID - Mahkamah Konstitusi atau MK Thailand telah menskors Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra dari tugasnya sambil menunggu vonis kasus yang menuntut pemecatannya.

Putusan Mahkamah Konstitusi menambah tekanan yang meningkat pada pemerintah yang tengah dikritik dari berbagai sisi.

Mahkamah Konstitusi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka telah menerima petisi dari 36 senator yang menuduh Paetongtarn Shinawatra idak jujur ​​dan melanggar standar etika yang melanggar konstitusi selama percakapan telepon yang sensitif secara politik dengan mantan pemimpin berpengaruh Kamboja, Hun Sen. Percakapan itu bocor ke publik.

Baca Juga: KKN di Maluku Tenggara, Mahasiswa UGM Tewas dalam Kecelakaan Kapal, Satu Lagi Masih Dicari

Pernyataan tersebut mengatakan ada "alasan yang masuk akal untuk mencurigai" bahwa Paetongtarn telah melanggar konstitusi.

Pemerintah akan dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Suriya Juangroongruangkit dalam kapasitas sementara. Kekuasaannya hingga pengadilan memutuskan kasus terhadap Paetongtarn. Yang bersangkutan juga akan berada di kabinet sebagai menteri kebudayaan baru setelah perombakan.

Putri Thaksin Shinawatra itu memiliki waktu 15 hari untuk menanggapi tuduhan tersebut.

Baca Juga: Hari Bhayangkara ke-79, Presiden Prabowo Tekankan Pentingnya Polisi yang Melayani dengan Hati

Pemerintah tidak segera menanggapi permintaan komentar atas penangguhannya, lapor ABC Australia, Selasa 1 Juli 2025. 

Dalam keputusan mayoritas tujuh banding dua, para hakim pengadilan setuju untuk mempertimbangkan petisi dari para senator.

Paetongtarn mengatakan bahwa dia menerima keputusan MK. "Saya ingin meminta maaf kepada orang-orang yang kesal dengan semua ini," katanya kepada wartawan. "Saya akan terus bekerja untuk negara sebagai warga negara Thailand."

Baca Juga: Peran Tujuh Tersangka Video Viral Kasus Intoleran dan Perusakan Rumah di Sukabumi

Paetongtarn telah berada di bawah tekanan yang meningkat atas penanganannya terhadap sengketa perbatasan dengan Kamboja. 

Ia juga telah dikritik karena penghormatannya terhadap Hun Sen selama panggilan telepon, di mana dia menyebutnya sebagai paman dan menyebut seorang perwira militer senior Thailand sebagai "lawan".

Dia telah meminta maaf dan mengatakan bahwa pernyataannya adalah taktik negosiasi. Dirinya tidak punya niat lain selain melindungi negara dan menjaga perdamaian.

Baca Juga: Kejurnas Bulu Tangkis Piala Kapolri 2025 Dimulai, Ada Syarat Unik Gabungan Usia 60 Tahun

"Saya hanya memikirkan apa yang harus dilakukan untuk menghindari masalah, apa yang harus dilakukan untuk menghindari konfrontasi bersenjata, agar para prajurit tidak menderita kerugian," klaimnya.

"Saya tidak akan bisa menerimanya jika saya mengatakan sesuatu dengan pemimpin lain yang dapat mengakibatkan konsekuensi negatif."

Kontroversi tersebut telah membuat koalisi Paetongtarn memiliki mayoritas tipis di parlemen dengan partai kunci yang meninggalkan aliansi, untuk segera mengajukan mosi tidak percaya.

Baca Juga: Momen Haru dan Ceria, Prabowo Terpesona Aksi Polisi Cilik Tunas Bhayangkara di HUT ke-79 Bhayangkara

Tingkat persetujuannya turun dari 30% pada bulan Maret menjadi hanya 9% pada bulan Juni ketika ribuan orang berunjuk rasa di Ibu Kota Thailand, Bangkok, selama akhir pekan, menuntut pengunduran dirinya.

Dinasti yang Bertikai

Perjuangan Paetongtarn setelah hanya 10 bulan berkuasa menggarisbawahi menurunnya kekuatan Partai Pheu Thai.

Raksasa populis dari dinasti miliarder Shinawatra telah mendominasi pemilihan umum Thailand sejak tahun 2001.

Paetongtarn adalah PM ketiga dalam keluarganya, setelah ayahnya, Thaksin Shinawatra, seorang miliarder telekomunikasi yang telah menjadi salah satu operator politik papan atas Thailand. Serta bibinya, Yingluck Shinawatra, yang merupakan perdana menteri wanita pertama di negara itu.

Baca Juga: Dari Arab Saudi ke Brasil, Presiden Prabowo Debut di KTT BRICS

Thaksin digulingkan oleh kudeta militer pada 2006 dan Ny Yingluck turun dari kekuasaan oleh putusan pengadilan pada tahun 2014.

Ini merupakan ujian berat bagi pemula politik, yang diangkat ke tampuk kekuasaan sebagai perdana menteri termuda Thailand dan pengganti Srettha Thavisin, yang diberhentikan oleh Mahkamah Konstitusi karena melanggar etika dengan mengangkat seorang menteri yang pernah dipenjara. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X