nasional

Rusuh Mata Elang di Kalibata Alarm Keras Reformasi Kultural Polri

Senin, 15 Desember 2025 | 06:35 WIB
6 Polisi pengeroyok dua matel hingga tewas di Kalibata jadi tersangka (Foto: Istimewa)

 

KONTEKS.CO.ID - New Emerging Forces Activist 98 (NEFA’98) menilai peristiwa pengeroyokan berujung maut di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, pada 11 Desember 2025, sebagai alarm keras bagi agenda Reformasi Kepolisian, khususnya pada aspek reformasi kultural di tubuh Polri.

Insiden tersebut melibatkan enam anggota Satuan Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri dan berujung pada kerusuhan serta kerugian yang dialami masyarakat sipil. 

NEFA’98 menegaskan, kasus ini tidak dapat dipandang sebagai tindak kriminal biasa, melainkan mencerminkan persoalan mendasar dalam relasi aparat penegak hukum dengan masyarakat.

“Aparat kepolisian seharusnya menjadi pelindung dan penegak hukum. Ketika justru terlibat dalam kekerasan yang merenggut nyawa warga sipil, maka itu adalah paradoks serius dalam sistem penegakan hukum kita,” ujar Ketua Umum NEFA’98, Dodi Ilham, dalam pernyataan tertulisnya pada Senin, 15 Desember 2025. 

Baca Juga: Ammar Zoni Dkk Huni Lapas Narkotika Jakarta Sementara, Bakal Dikembalikan ke Nusakambangan

NEFA’98 menilai, peristiwa Kalibata menunjukkan adanya jurang antara visi Polri Presisi dengan realitas di lapangan. Meski demikian, organisasi aktivis 98 ini tetap mengapresiasi langkah cepat Polri yang menetapkan para pelaku sebagai tersangka pidana dan menjadwalkan sidang etik. 

Namun, langkah tersebut dinilai belum cukup untuk menjawab akar persoalan. Lebih lanjut, NEFA’98 menyoroti kerusuhan lanjutan berupa perusakan dan pembakaran warung serta kendaraan milik warga yang tidak terkait langsung dengan peristiwa awal. 

Fenomena ini dinilai sebagai ledakan emosi kolektif sekaligus krisis kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.

“Perusakan dan tindakan main hakim sendiri jelas tidak dapat dibenarkan. Namun, ini harus dibaca sebagai sinyal sosial bahwa ada masalah serius dalam relasi negara dan warga,” kata Dodi.

Baca Juga: Sebanyak 212 Korban Bencana Sumatera Masih Hilang, Ini Titik-Titik Fokus Pencarian Tim SAR

Menurut NEFA’98, peristiwa Kalibata kembali menegaskan kegagalan reformasi kultural Polri yang telah bergulir sejak pemisahan Polri dari ABRI pada 1999. Organisasi ini menilai masih kuatnya budaya kekerasan, mentalitas militeristik, kesetiakawanan korps yang berlebihan, serta lemahnya keteladanan menjadi persoalan utama yang belum teratasi.

Untuk itu, NEFA’98 menekankan bahwa reformasi kultural Polri tidak cukup dilakukan melalui regulasi atau penindakan pasca-kejadian. Reformasi harus ditempuh secara konsisten melalui pendekatan Pemolisian Masyarakat (Berpolmas)sebagai paradigma utama institusional Polri.

“Tanpa Berpolmas sebagai jalan ideologis, Polri akan terus terjebak dalam pola relasi koersif, reaktif, dan berjarak dengan masyarakat,” kata Dodi.

Halaman:

Tags

Terkini