"Peraturan Polisi ini, alih-alih menguatkan putusan MK, isinya malah terkesan bertolak belakang dengan putusan MK dimaksud," tambahnya.
Mantan Komisioner KPU itu pun mendesak Kapolri mencabut kembali Perkap No 10 Tahun 2025 lantaran dianggap menimbulkan empat persoalan serius.
Pertama, sebut Rangkuti, aturan terbaru Kapolri itu langsung bertentangan dengan Putusan MK No 114 Tahu 2025 yang berlaku seketika.
Menurut dia, sampai sekarang belum ada instruksi Kapolri agar anggota Polri yang menduduki jabatan non-Kepolisian segera mundur atau berhenti dari dinas Polri. Padahal putusan MK itu bersifat final dan mengikat.
"Putusan MK ini masih seperti jalan di tempat," ucapnya.
Kedua, lanjut dia, perkap ini tidak merujuk kepada putusan MK dan hanya mendasarkan aturan pada UU Kepolisian. Sehingga semangat pembatasannya justru bergeser menjadi perluasan kewenangan.
Baca Juga: Inggris Pertahankan Bea Imbalan Biodiesel dari Indonesia, Tapi Ubah Definisi Produk
Dia menilai, daftar 17 kementerian/lembaga yang disebut dalam perkap sebagai jabatan yang dapat diisi anggota Polri malah melegalkan praktik yang dilarang MK.
Ketiga, Ray menegaskan, penempatan anggota Polri di instansi seperti Kementerian ESDM, ATR/BPN, Otoritas Jasa Keuangan hingga KPK tidak relevan dengan fungsi utama Kepolisian.
"Kehadiran anggota polisi tidak harus menjadi bagian dari lembaga dimaksud. Apalagi seringkali penempatannya di jabatan administratif," tegasnya.
Baca Juga: Tarif Dagang dengan Meksiko Naik 50 Persen, Indonesia Belum Ambil Langkah Negosiasi
Keempat, Ray mengataka, perkap itu bertentangan dengan agenda reformasi Kepolisian. Menurutnya, polisi sepatutnya fokus memperkuat profesionalisme dan tak memperluas penugasan di luar tupoksi.
Lebih jauh disampaikan, dengan jumlah personel yang belum ideal, penempatan anggota di jabatan nonpolisi dikhawatirkan bisa mengurangi kinerja kepolisian. Sekaligus menghadang akses masyarakat sipil untuk bisa mengisi jabatan publik.
"Penempatan anggota di jabatan non-Kepolisian belum tentu mendongkrak performa lembaga yang dijabat. Ini justru membuka ruang kosong akibat tupoksi utama polisi tidak ditangani optimal," cetus Ray Rangkuti.