"Sisa-sisa itu memang agak berkurang, berkurang tapi sampai sekarang itu masih tetap merasakan, antara lain adalah dengan sistem kepangkatan dan sistem komando," ujarnya.
Bahkan kalau secara eksplisit, lanjut Dwi, kita suka melihat pejabat Polri di antaranya memegang tongkat komando seperti militer, padahal itu sebenarnya sisa zaman dahulu.
"Mereka sudah harus mampu bergerak secara cepat ke arah profesional sehingga tidak mengandalkan komando," tandasnya.
Baca Juga: Jimly Asshiddiqie Jamin Komisi Percepatan Reformasi Polri Independen Meski Diisi Kapolri
Ia menegaskan, garis komando ini bisa merugikan karena sistem tersebut bisa terjadi campur tangan dan intervensi dari atasan dalam satu proses penanganan perkara.
"Seharusnya ditangani berdasarkan profesionalitas," ujarnya.
Peradi juga mengusulkan berbagai perubahan penting lainnya yang harus dilakukan di tubuh Polri, baik menyangkut struktur, peraturan perundang-undangan, pendidikan, serta pembinaan mental dan budaya.
Baca Juga: Komisi Percepatan Reformasi Polri Dukung Usulan Polemik Ijazah Jokowi Dimediasi, Sebut Syarat Mutlak
"Saat ini dirasakan kurang dan tidak bisa diterima oleh banyak pihak, terutama masyarakat pencari keadilan," katanya.
Usulan lainnya adalah digitalisasi, termasuk merit sistem untuk karier anggota Polri dan berbagai hal lainnya sehingga terciptanya satu sistem kontrol yang baik.
"Juga proses rekrutmen harus ditingkatkan karena KUHP dan KUHAP tahun depan sudah berlaku," katanya.
Anggota Polri harus menguasai KUHP dan KUHAP baru. Ini prioritas utama Polri yang sangat mendesak.***